TEMPO.CO, Tokyo -- Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, bakal menggelar pertemuan kedua dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk mencari solusi mengenai senjata nuklir Korea Utara.
Trump mengatakan di dalam pesawat Air Force One dalam perjalan menuju Jepang bahwa pertemuan kedua dengan Putin ini akan digelar di sela-sela pertemuan puncak para pemimpin negara dalam Asia Pacific Economic Forum.
Baca: Donald Trump Ancam Diktator yang Berani Remehkan AS
Putin, seperti dilansir media CNN, bakal menjadi salah satu kepala negara yang dilobi Trump agar mau bersikap lebih agresif terhadap Pyongyang dalam tur ke 5 negara Asia, yang berlangsung dalam 12 hari dimulai dari Jepang pada Ahad, 5 Nopember 2017, kemarin.
Baca: Trump Kunjungi Abe Tandai Hubungan Tererat AS--Jepang
Presiden Donald Trump bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT G20, di Hamburg, 7 Juli 2017. Pertemuan perdana kedua pemimpin negara adidaya ini menjadi sorotan dunia. AP/Evan Vucci
"Kita menginginkan bantuan Putin terkait Korea Utara. Dan kita akan bertemu dengan banyak pemimpin dari berbagai negara," kata Trump kepada rombongan awak media dalam penerbangan delapan jam dari Honolulu, Hawaii menuju Tokyo.
Dari Tokyo, yang berlangsung selama tiga hari, Trump bakal menuju Korea Selatan dan dilanjutkan ke Cina, Vietnam lalu Filipina untuk mengikuti konferensi tingkat tinggi Asia Timur. Pertemuan puncak Asia Timur ini, menurut Trump, merupakan pertemuan paling penting. Ini membuatnya memperpanjang satu hari durasi perjalanannya.
Seorang pejalan kaki melihat sebuah televisi yang menampilkan sosok Presiden AS, Donald Trump dan Presiden Korea Utara, Kim Jong Un di Seoul, Korea Selatan, 10 Agustus 2017. AP Photo
Menurut seorang pejabat AS, pemerintahan Trump bakal segera menetapkan apakah Korea Utara sebagai negara sponsor teror. "Pemerintah sedang mengkaji rencana ini secara mendalam apakah akan menetapkan Korea Utara sebagai negara sponsor teror," kata dia.
Saat ditanya apakah pengumuman itu akan dilakukan pada masa perjalanan Trump ke Asia ini, pejabat yang enggan disebutkan identitasnya ini mengatakan,"Silahkan ditunggu saja."
CNN