TEMPO.CO, Yangon - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengunjungi Rakhine utara yang dilanda konflik untuk pertama kalinya. Kunjungan ini dilakukannya di bawah tekanan untuk menghentikan tindakan keras tentara yang telah memaksa ratusan ribu orang Rohingya meninggalkan rumah mereka.
Suu Kyi tiba di ibukota negara bagian Sittwe pada Kamis petang, 2 November 2017 setelah dari Maungdaw dan Buthidaung di Rakhine utara. Rakhine dilanda kekerasan komunal terburuk di negara bagian itu sejak 2012, Konflik yang merusak reputasi global Myanmar.
Baca: Di Bangladesh, Pengungsi Rohingya Myanmar Sulit Cari Kuburan
Seperti yang dilansir Channel News Asia pada 3 November 2017, Suu Kyi menyempatkan diri bertemu dengan komunitas Rohingya di kota Maungdaw. Namun tidak diketahui apakan Suu Kyi mengunjungi beberapa dari ratusan desa Rohingya yang dibakar oleh tentara.
Selain ingin melihat langsung kondisi Rakhine, kunjungan Suu Kyi bertujuan untuk meyakinkan pengamat di dalam negeri dan luar negeri bahwa krisis telah mereda dan rekonstruksi Rakhine dapat dimulai.
Baca: 5 Langkah Dunia Stop Pelanggaran HAM Atas Minoritas Rohingya
Dalam kunjungan itu, Suu Kyi didampingi sejumlah pengusaha yang nantinya bekerja untuk membangun kembali Rakhine yang hancur. Peraih Nobel Perdamaian ini telah dikritik masyarakat internasional karena dianggap gagal menggunakan kekuatan moralnya untuk berbicara dalam membela minoritas Muslim Rohingya.
Sekitar 600 ribu etnis Rohingya yang tak mendapat kewarganegaraan dari Myanmar telah melarikan diri ke Bangladesh sejak akhir Agustus lalu. Mereka melaporkan tentang pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran oleh tentara Myanmar. PBB mengatakan bahwa tindakan keras kemungkinan sama saja dengan pembersihan etnis.