TEMPO.CO, Jakarta - Amir Mia tampak kesulitan memakamkan mayat kakeknya yang meninggal di kamp pengungsi Rohingya di Bangaldesh. Lahan untuk kuburan pengungsi Myanmar tersebut terlalu sempit untuk menampung mayat.
Remaja 18 tahun itu dibantu oleh kerabat dan beberapa pengungsi Rohingya lainnya menandu jenazah tersebut untuk dibawah ke kuburan di kamp pengungsi Cox's Bazar, Bangladesh.
Baca: Kelompok Budha Garis Keras Tolak Pemulangan Rohingya, Kenapa?
Kakek Amir adalah salah satu dari ribuan pengungsi Rohingya yang menjadi korban kekerasan di Rakhine, Myanmar, pada 25 Agustus 2017.
"Menurut PBB kekerasan di Myanmar tersebut adalah upaya pembersihan etnis Rohingya," tulis Al Jazeera, Rabu, 25 Oktober 2017.
Al Jazeera melaporkan, dia meninggal karena usia sudah tua. Ketika tiba di Bangladesh, setelah lepas dari kejaran aparat keamanan Myanmar, kakek Amir menderita sakit akibat melintasi lumpur di perbatasan kedua negara.Rokiya (20), seorang pengungsi Rohingya menggendong anaknya berusia 10 bulan yang mengalami malnutrisi usai dilakukan pemeriksaan di Action Against Hunger center di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 22 Oktober 2017. REUTERS/Zohra Bensemra
Gelombang pengungsi Rohingya yang meninggalkan Myanmar menuju Bangladesh terus berdatangan dalam beberapa dekade ini.
Akibatnya, kamp pengungsi selain terlalu padat juga menimbulkan kesulitan penyediaan lahan kuburan bagi yang meninggal. Pemerintah Bangladesh pun membatasi lahan bagi pengungsi.
Kuburan yang digunakan Amir untuk memakamkan kakeknya terlihat padat. Makam satu dengan lainnya berhimpitan dan dibatasi oleh pagar bambu.
Mohammad Alam, 16 tahun, seorang pengungsi di Kutupalong kelahiran Bangladesh setelah ayahnya meninggalkan Myanmar pada 1990-an bercerita, ayahnya memimpin satu blok kuburan di kamp penungsi.
Baca: PBB Gagal Bujuk Myanmar Terima Kembali Warga Rohingya
"Ayah saya tukang gali kubur yang bertanggung jawab menggali kubur bagi warga di bloknya," kata Mohammad. Dia menjelaskan, lahan kuburan sangat padat. Bahkan tiga atau empat mayat dijadikan satu lubang di kuburan pengungsi.
Kisah pilu para pengungsi Rohingnya Bangladesh mungkin akan menjadi cerita serial panjang selama kekerasan terhadap mereka tidak diakhiri oleh pemerintah Myanmar.
AL JAZEERA