TEMPO.CO, Oxford - Lembaga pendidikan terkemuka Inggris, Oxford, kembali memberikan sanksi sosial kepada salah satu alumnusnya dari Asia, Aung San Suu Kyi, terkait krisis kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Myanmar.
Setelah sebelumnya menurunkan potret Suu Kyi dan mencopot gelar kehormatannya, kini gelar bagi para mahasiswa junior kampus itu, yang menggunakan nama peraih nobel perdamaian itu, juga
akan dihapus.
Baca:Kritik Rohingya Meluas, Oxford Turunkan Potret Aung San Suu Kyi
Dalam sebuah pemungutan suara pada Kamis malam, 19 Oktober 2017, para siswa di perguruan tinggi St Hugh di Universitas Oxford memutuskan menghilangkan nama peraih Nobel Perdamaian 1991 itu dari ruang umum junior Aung San Suu Kyi segera.
Baca:Jenderal Ming: Rohingya Bukan Orang Myanmar, tapi Dibawa Inggris
Gerakan itu mengkritik sikap diam Suu Kyi dalam pembelaan terhadap perlakuan kasar terhadap minoritas Muslim Rohingya, yang telah mengalami pembersihan etnis dan serangan kekerasan pasukan militer Myanmar.
Baca:Inggris: Krisis Kemanusiaan Rohingya Tidak Bisa Diterima
Pada tahun 2012, Aung San Suu Kyi mendapat anugerah gelar doktor kehormatan dari Oxford, dan mengadakan pesta ulang tahun ke 67. Ini merupakan perguruan tinggi tempat dia belajar ilmu politik, filsafat dan ekonomi antara 1964 dan 1967.
Namun dalam beberapa bulan terakhir ini, Suu Kyi telah menarik kritik yang meningkat atas tanggapannya terhadap krisis kemanusiaan Rohingya. Pada September, badan pemerintahan St Hugh memutuskan untuk menurunkan lukisannya dari pintu masuk utama, beberapa hari sebelum dimulainya masa universitas dan kedatangan siswa baru.
Pada awal Oktober, Dewan Kota Oxford memilih dengan suara bulat untuk melepaskan pemimpin de facto Myanmar itu dari penghargaan Freedom of the City of Oxford.
Sejauh ini, Oxford telah memutuskan untuk tidak mempertimbangkan kembali gelar kehormatan Aung San Suu Kyi. Namun universitas tersebut telah mengungkapkan "keprihatinan mendalamnya" atas perlakuan minoritas Rohingya.
Universitas ini juga mengatakan pihaknya berharap pemerintah Myanmar, yang dipimpin oleh alumni Oxford Aung San Suu Kyi, dapat menghapuskan praktek diskriminasi dan penindasan, terhadap warga minoritas Rohingya dan menunjukkan kepada dunia bahwa Myanmar menghargai kehidupan dan hak asasi semua warganya.
GUARDIAN|CHANNEL NEWS ASIA|YON DEMA