TEMPO.CO, Dhaka - Geng kriminal terorganisir dan predator seksual telah menargetkan anak yatim dan wanita di kamp pengungsian Rohingya. Geng ini menjanjikan pekerjaan yang meragukan dan menawarkan imbalan uang tunai untuk seks.
Menurut beberapa lembaga amal, para anggota kriminil itu menggeledah kamp pengungsian Rohingya di perbatasan Bangladesh-Myanmar untuk mencari anak yatim. Mereka menjanjikan pekerjaan dan mengeksploitasi perempuan untuk apa yang disebut "seks untuk kelangsungan hidup".
Baca:Bertemu Presiden Jokowi, Emir Qatar juga Bahas Isu Rohingya
Namun ketika di pengungsian, etnis muslim minoritas, yang dianggap tidak memiliki kewarganegaraan itu, justru telah mendapat ancaman baru.
Baca: Paus Desak Myanmar Hentikan Kekerasan terhadap Rohingya
"Kami telah mendengar cerita tentang orang-orang yang datang, mencari anak yatim dan berkata, 'Kami akan membawa Anda ke tempat yang aman'," ungkap Zia Choudhury, direktur kelompok kemanusiaan CARE, seperti yang dilansir ABC Online pada 20 Oktober 2017.
Choudhury mengatakan pemerintah Bangladesh dan badan-badan bantuan melakukan semua yang mereka bisa untuk mencegah para pemangsa ini keluar dari kamp-kamp dan melindungi orang-orang yang rentan.
Meskipun ada risiko yang muncul, kamp itu masih merupakan tempat yang relatif aman bagi ribuan pendatang baru setiap hari.
Banyak perempuan dan anak-anak Rohingya tiba di Bangladesh dengan cerita tentang diserang secara seksual di Myanmar, entah di desa mereka atau saat mereka berjalan ke perbatasan.
"Pemerkosaan, perdagangan manusia, dan seks untuk kelangsungan hidup telah dilaporkan di antara bahaya yang ada untuk wanita dan anak perempuan selama perjalanan mencari keselamatan," kata Robert Watkins, koordinator penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bangladesh.
Sebuah rencana respons kemanusiaan yang disiapkan oleh PBB bulan ini memperkirakan 448.000 warga etnis minoritas Rohingya di kamp pengungsian membutuhkan bantuan karena kekerasan berbasis gender. Itu termasuk pemerkosaan, serangan seksual dan trauma lainnya.
ABC ONLINE | YON DEMA