TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Thailand mengeluarkan surat penangkapan ketiga terhadap mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra yang diketahui kini tinggal di Inggris dan meminta bantuan Interpol mengeluarkan red notice untuk menangkapnya.
Wakil Kepala polisi nasional Srivara Ransibrahmanakul mengatakan Pengadilan kriminal Thailand telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Yingluck, yang melarikan diri dari negara tersebut beberapa minggu yang lalu sebelum dia dipenjara secara in absentia atau diadili tanpa kehadiran Yingluck.
Baca: Yingluck Lari ke Dubai Bergabung dengan Thaksin, Abangnya
"Surat perintah tersebut, yang dikeluarkan pada hari Rabu, adalah karena melanggar undang-undang imigrasi," kata Srivara, seperti yang dilansir Bangkok Post pada 5 Oktober 2017.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, panglima militer yang memimpin kudeta 2014 melawan pemerintah Yingluck, baru-baru ini mengatakan Thailand akan mengejar dia melalui saluran diplomatik dan bekerja sama dengan Interpol.
Srivara sendiri yang meneken red notice untuk Interpol sehingga Yingluck dapat ditangkap dan dikembalikan ke Thailand.
Srivara mengatakan alasan penerapannya adalah karena Yingluck memiliki surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh pengadilan setempat.
Sebelumnya polisi Thailand menyatakan bahwa mantan pemimpin Negeri Gajah Putih yang tersangkut kasus korupsi itu berada di Dubai, Uni Emirat Arab. Namun setelah penyelidikan lebih lanjut, polisi yang bekerja sama dengan Uni Emirat Arab menegaskan Yingluck telah meninggalkan Dubai ke Inggris.
Baca: Mangkir Dengarkan Vonis, Yingluck Terancam Ditangkap
"Thailand dan Inggris memiliki perjanjian ekstradisi, jadi jaksa akan menangani masalah ini," kata Srivara.
Yingluck melarikan diri ke luar negeri pada Agustus karena khawatir bahwa pemerintah militer, yang dibentuk setelah sebuah kudeta pada tahun 2014, akan mencari hukuman yang keras. Masih belum jelas bagaimana dia meninggalkan negara ini.
Pekan lalu, Mahkamah Agung memvonis dan menghukum Yingluck secara in absentia 5 tahun penjara karena salah merencanakan skema subsidi beras yang merugikan miliaran dolar negara tersebut.
Sepanjang persidangannya, Yingluck mengatakan bahwa dia tidak bersalah dan tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan skema itu, dengan alasan bahwa dia adalah korban penganiayaan politik. Investigasi masih terus berlanjut untuk melacak pihak-pihak yang membantu ia melarikan diri.
BANGKOK POST|REUTERS|YON DEMA