TEMPO.CO, Jakarta - Pengungsi muslim Rohingya di Bangladesh, Selasa, 3 Oktober 2017, mengatakan bahwa mereka ragu atas keselamatannya bila kembali ke Myanmar, meskipun pemerintah menyatakan memberikan jaminan kepada mereka.
Lebih dari setengah juta Rohingya kabur dari Myanmar guna menyelamatkan diri dari kejaran militer di negara bagian Rakhine menyusul kerusuhan 25 Agustus 2017.
Baca: Bangladesh Kembalikan 500 Ribu Pengungsi Rohingya ke Myanmar
Menurut PBB, sejak itu Myanmar melancarkan operasi pembersihan etnis terhadap kaum minoritas muslim Rohingya. PBB menyebut, akibat kerusuhan tersebut lebih dari 400 orang tewas dan satu juta lainnya mengungsi.
Namun tuduhan PBB mengenai pembersihan etnis dibantah Myanmar. Negeri itu berdalih bahwa apa yang dilakukan oleh militer tersebut sebagai upaya menghadapi perlawanan militan Rohignya, kelompok yang disebut sebagai kaum teroris, lantaran menyerang pos pasukan keamanan.
"Kami akan memverifikasi siapa saja yang boleh kembali kembali ke Myanmar sesuai dengan kesepakatan bersama Bangladesh yang diteken pada 1993," bunyi pernyataan Myanmar.
Baca: Pemulangan Pengungsi Rohingya ke Myanmar Tanpa Libatkan PBB
Bangladesh dan Myanmar, Senin, 2 Oktober 2017, sepakat bekerja sama mengembalikan kembali para pengungsi ke Myamnar namun kesepakatan tersebut diminta oleh pemerintah Myanmar selaras dengan perjanjian 1993.
Banyak pengungsi mencemoh sikap Myanmar.
"Semua yang kami miliki dibakar oleh aparat keamanan Myanmar. Bahkan manusia juga dibakar mereka," kata seorang pengungsi yang menyebut dirinya bernama Abdullah, seraya menolak persayaratan harus memiliki dokumen agar bisa tinggal di Myanmar.
REUTERS | CHOIRUL AMINUDDIN