TEMPO.CO, Jakarta -Seorang mahasiswa asal Amerika Serikat yang ditahan di Korea Utara selama 17 bulan meninggal karena kekurangan oksigen dan terhentinya saluran darah ke otak.
Menurut laporan Dr Lakshmi Sammarco, seorang ahli forensik daerah Hamilton, Otto Warmbier, meninggal pada 19 Juni lalu karena kerusakan organ yang tidak diketahui. Kerusakan tersebut diperkirakan sudah diderita Warmbier lebih dari setahun sebelum kematiannya.
Baca: AS Ucapkan Terima Kasih Cina Dukung Sanksi PBB ke Korea Utara
“Kami tidak tahu apa yang terjadi padanya dan itu masalah,” kata Sammarco, Kamis, 28 September 2017. Hingga kini orang tua Warmbier tidak dapat dihubungi untuk dimintai pendapatnya soal laporan forensik ini.
Baca: Pengamat LIPI: Cina dan Rusia Harus Tekan Rezim Korea Utara
Warmbier adalah seorang mahasiswa University of Virginia yang ditahan oleh Korea Utara pada Januari 2016 hingga Juni 2017. Mahasiswa berusia 22 tahun itu kembali ke Amerika dalam kondisi koma dan meninggal beberapa hari setelah dirawat.
Rezim Korea Utara tentu saja menjadi pihak yang disalahkan atas kematian Warmbier. Mereka dituduh telah memberi makanan beracun dan memberikan obat tidur padanya serta melakukan tindak penyiksaan lainnya.
“Saat kami melihat dan mencoba menenangkannya (Warmbier), kami melihat sepertinya seseorang menggunakan tang dan ‘menata ulang’ gigi bagian bawahnya,” kata Fred Warmbier, ayah Otto Warmbier, saat melakukan wawancara dengan Fox News.
Namun menurut keterangan dari ahli forensik, mereka tidak menemukan tanda – tanda patah tulang atau kerusakan pada gigi Wambier. Laporan forensik menemukan banyak bekas luka dalam berbagai ukuran di tubuh Wambier.
Warmbier pergi ke Korea Utara untuk melakukan perjalanan dengan tur bersama. Dia ditahan di Bandara Pyongyang sesaat sebelum meninggalkan Korea Utara menuju AS. Media resmi Korea Utara memberitakan Warmbier dijatuhi hukuman kerja paksa selama 15 tahun karena mengambil beberapa benda propaganda dari hotel tempatnya menginap.
KISTIN SEPTIYANI