TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Korea Selatan memperkirakan rezim Korea Utara bakal kembali melakukan aksi provokatif pada pertengahan Oktober.
Penasehat Keamanan Nasional Korea Selatan, Chung Eui Yong, memperkirakan Pyongyang akan beraksi antara 10 dan 18 Oktober. Ini bertepatan dengan hari peringatan ulang tahun Partai Komunis di Korea Utara dan Kongres Partai Komunis di Cina. Chung mengatakan ini seusai bertemu dengan Presiden Korea Selatan, Moon Jae In.
Baca: AS Ucapkan Terima Kasih Cina Dukung Sanksi PBB ke Korea Utara
Cina sebagai sekutu utama Korea Utara tentu akan merasa sangat tidak senang jika Pyongyang kembali menggelar uji coba rudal balistik atau melakukan tindakan berbahaya lainnya selama Kongres Partai Komunis berlangsung.
“(Laporan Chung Eiu Yong) juga mengatakan adanya kekhawatiran terhadap pecahnya konflik militer dikarenakan peristiwa yang tidak disengaja,” kata Park Wan Ju, juru bicara Partai Demokrat Korea Selatan.
“Presiden mengatakan Amerika Serikat membicarakan opsi militer dan diplomatik, tapi Korea Selatan tidak bisa menghadapi peperangan lagi.”
Baca: Rudal dan Jet Tempur Korea Utara Jadul untuk Tembak Pesawat AS
Park Wan Ju mengatakan dalam pertemuan yang dilakukan pada Kamis 28 September 2017 itu, Presiden Korea Selatan, Moon Jae In, mengatakan Washington dan Seoul setuju untuk terus melakukan tekanan terhadap Korea Utara tanpa menutup upaya perundingan.
Presiden Moon mengatakan kerja sama komunitas internasional untuk menghadang ambisi Korea Utara mengembangkan senjata nuklir berada di level tertinggi. Dalam pidato yang disampaikan hari ini, dia juga meminta semua negara di dunia bersama – sama mendukung pertahanan Korea Selatan dan AS untuk mengekang Korea Utara.
Chung Eui Yong menyatakan Amerika Serikat setuju untuk melakukan penambahan aset strategis militernya di Korea Selatan. Perputaran perlengkapan militer ini akan dilaksanakan secepat pada akhir tahun ini. Namun dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal aset apa yang akan dirotasi.
Presiden Moon secara pribadi menolak penyebaran Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), yang merupakan sebuah sistem peluru kendali balistik milik AS di Korea Selatan. Namun keputusan itu terpaksa disepakati melihat kekuatan rudal Korea Utara berkembang pesat. Sistem rudal THAAD ini dibutuhkan untuk menembak jatuh setiap rudal yang ditembakkan rezim Kim Jong un dari Korea Utara.
REUTERS l KISTIN SEPTIYANI