TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat, Senin, 24 September 2017, menyatakan sangat kecewa dengan keputusan Pemerintahan Regional Kurdi (KRG) menggelar refendum, Senin kemarin.
Amerika memperingatkan bahwa pemungutan suara tersebut sepertinya bakal menimbulkan masalah serius antara KRG dengan Bagdad dan negara-negara tetangga.
"Kami yakin bahwa langkah ini akan meningkatkan instabilitas dan kekerasan di wilayah Kurdi dan masyarakat setempat," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika, Heather Nauert, melalui sebuah pernyataan.
Baca: Ribut Soal Kurdi, Amerika Komit Melindungi Turki
"Perang melawan ISIS belum berakhir dan kelompok-kelompok garis keras sedang melakukan gangguan keamanan dan perselisihan. Kami berharap semua pihak seharusnya terlibat secara konstruktif untuk membangun dialog demi masa depan seluruh warga Irak," ucapnya.
Sementara itu juru bicara PBB secara terpisah menyatakan, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menyesalkan peluang negoisasi antara pemerintah Irak dan RPG kian tertutup menyusul referendum Senin kemarin.
Baca: Erdogan: Turki Tak Bisa Menerima Dukungan Amerika ke Kurdi
"Keputusan menggelar referendum di kawasan sengketa dapat menimbulkan kerawanan kekerasan terutama di Kirkuk," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
Referendum yang hasilnya tidak mengikat itu digelar di kawasan sebelah utara Irak, termasuk daerah sengketa Kirkuk dan Bagdad.
Warga Turkmenistan dan Arab yang tinggal di Provinsi Erbil, Dohuk dan Sulaymaniyah memboikot referendum. Adapun warga Kurdi yang tinggal di Provinsi Kirkuk, distrik Tuz Khurmatu dan Saladin serta Distrik Khanaqin di Provinsi Diyala.
Hasil akhir pemungutan suara ini akan diketahui 78 jam kemudian atau tiga hari lagi. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam akan mengambil tindakan politik, ekonomi, perdagangan dan keamanan menentang Kurdi Irak.
APA | CHOIRUL AMINUDDIN