Sejumlah petani mencangkuli ladangnya untuk menanam biji opium di desa Cham Kalai, propinsi Nangarhar, Afghanistan yang masih dikuasai Taliban (12/11). Di propinsi ini, produksi opium di tahun 2013 melonjak hingga 400 persen. (AP Photo/Anja Niedringhaus)
TEMPO.CO, Kabul - Taliban yang sebelumnya melarang perdagangan opium ketika memerintah Afganistan, kini justru menguasai industri heroin di negeri tersebut.
"Dari hasil industri barang haram tersebut mereka meraup US$ 3 miliar (setara Rp 40 triliun) ," kata pejabat Afganistan yang tak bersedia disebutkan namanya.
Menurut data PBB, Afganistan menguasai 80 persen industri opium dunia tahun 2016 dan memproduksi sekitar 4.800 ton narkoba. Sehingga negeri itu bisa meraup keuntungan senilai Rp 40 triliun.
Taliban telah lama mengenakan pajak kepada petani yang menanam opaium untuk mendanai pemberontakan mereka selama bertahun-tahun.
Namun sejumlah pejabat di negara Barat mengkhawatirkan Taliban menjalankan pabriknya sendiri, memproduksi morfin dan heroin untuk diekspor ke luar negeri.
"Saya yakin Taliban memproses semuanya dari hulu hingga hilir," kata Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat urusan Narkoba dan Penegakan Hukum, William Brownfield, kepada wartawan di ibu kota Afganistan, Kabul, belum lama ini.
Seorang pejabat di Barat yang minta namanya tak disebut mengatakan, Taliban saat ini memiliki pabrik pengolahan narkoba di Provinsi Helmand, kawasan dimana sekitar 80 persen bunga opium tumbuh.
"Pendek kata, Helmand terdiri dari banyak hal narkoba, opium dan Taliban. Sebagian besar dana Taliban dipasok dari industri opium, morfin, heroin. Tentu saja mereka memiliki pabrik sendiri," kata pejabat itu tentang sepak terjang Taliban menguasai opium di Afganistan.