Referendum Konstitusi Turki, Perburuk Hubungan Dengan Eropa  

Reporter

Jumat, 14 April 2017 10:00 WIB

Demonstran melemparkan batu kearah polisi anti huru-hara saat bentrokan di dekat konsulat Turki di Rotterdam, Belanda, 12 Maret 2017. Aksi ini dipicu dari kebijakan Belanda yang melarang kedatangan seorang menteri Turki. REUTERS/Dylan Martinez

TEMPO.CO, ANKARA - Tanggal 16 April 2017 akan menjadi hari yang bersejarah bagi Turki. Rakyat akan mengadakan referendum untuk menentukan sistem pemerintahan yang akan dianut negara pimpinan Presiden Recep Tayyep Erdogan.

Rakyat Turki akan diminta untuk memilih apakah setuju atau tidak dengan 18 butir perubahan konstitusi yang telah disepakati parlemen negara itu pada Januari lalu. Oleh sebagaian orang dianggap kontroversial karena hanya akan menjadikan Erdogan sebagai diktator baru, tak terkecuali Barat.

Tak hanya bermasalah di dalam negeri. Referendum itu juga mengoyak hubungan Turki dengan Eropa; khususnya Jerman, Belanda dan Austria. Memburuknya hubungan mereka menyusul larangan dari negara-negara itu terhadap menteri kabinet Turki yang akan melakukan kampanye kepada kaum ekspatriatnya.

Baca: Warga Turki Antusias Ikuti Referendum Nasional di Belanda

Eropa beralasan, kampanye itu akan membuat situasi dalam negeri terganggu mengingat negara-negara itu akan melakukan pemilihan umum.

Tak terima dengan pelarangan itu, Turki mengecam bahkan menyebut Jerman dan Belanda sebagai fasis dan tengah menghidupkan kembali Nazi gaya baru di Eropa.

Retaknya hubungan itu dimulai ketika Menteri Urusan Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya diusir saat sedang berpidato di Rotterdam. Sebelumnya pemerintah Belanda juga terlebih dahulu melarang pesawat yang ditumpangi Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mendarat di Rotterdam.

Pemerintah Belanda mengatakan izin Cavusoglu dicabut karena keberadaannya di Negeri Bunga Tulip dikhawatirkan mengganggu keamanan di sana. Sebab, Belanda akan menggelar pemeliharaan umum pada Rabu 15 Maret 2017.

Perselisihan politik ini memicu protes, baik di Belanda maupun Turki. Turki menuduh Belanda melanggar Konvensi Wina saat terjadinya bentrok di luar Konsulat Turki di Rotterdam.

Turki kemudian menurunkan hubungan diplomatik terhadap Belanda dengan menunda semua pembicaraan politik tingkat tinggi dan melarang Duta Besar Belanda kembali ke Ankara.

Tak hanya Belanda, beberapa pemimpin negara-negara Uni Eropa juga mengkritik Turki di tengah meningkatnya perselisihan yang disebabkan oleh usaha pemerintah Turki menyelenggarakan rapat umum warganya yang tinggal di negara-negara Eropa.

Rapat umum warga Turki ini bertujuan untuk mengerahkan sejumlah besar warga Turki yang tinggal di Eropa untuk memberi suara 'setuju' pada referendum yang dibuat untuk memperluas kewenangan presiden.

Baca: Berseteru dengan Turki, Akun Twitter Warga Belanda Diretas

Jerman, Austria dan Denmark juga menentang rapat-rapat umum itu digelar di negara mereka karena khawatir bisa memicu ketegangan.

Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen meminta Perdana Menteri Turki Binali Yildirim menunda lawatannya ke negara itu pada 20 Maret lalu. Ia berdalih khawatir prinsip-prinsip demokrasi berada dalam tekanan besar di Turki.

Menteri Luar Negeri Austria Sebastian Kurz menyebut rapat umum ini bisa meningkatkan friksi dan mempersulit integrasi warga Turki dengan masyarakat Austria.

Sementara pejabat di Jerman sikapnya juga mengeras terhadap Turki. Meski Kanselir Angela Merkel mengatakan pemerintahannya tidak melarang menteri Turki untuk menghadiri rapat umum di Jerman, tapi menteri kabinet Jerman menentangnya.

Sikap Uni Eropa ini mengundang Erdogan berkomentar tajam bahwa semangat Nazi Jerman telah melanda Eropa.

Perseteruan ini juga mengancam potensi Turki bergabung dengan blok ini.

Banyak negara menyebutkan persoalan keamanan sebagai alasan resmi mereka. Selain juga menyatakan keresahan mendalam mereka melihat tanggapan Turki terhadap upaya kudeta bulan Juli lalu dan anggapan adanya pergeseran Turki menjadi negara otoriter di bawah Erdogan.

BBC | REUTERS | DW | AFP | YON DEMA

Berita terkait

Turki Tangkap Pemimpin Redaksi Cumhuriyet Tanpa Jelas Alasannya

12 Mei 2017

Turki Tangkap Pemimpin Redaksi Cumhuriyet Tanpa Jelas Alasannya

Polisi Turki menangkap pemimpin redaksi surat kabar online Cumhuriyet tanpa jelas alasannya.

Baca Selengkapnya

Malaysia Deportasi Tiga Pendukung Fethullah Gulen

12 Mei 2017

Malaysia Deportasi Tiga Pendukung Fethullah Gulen

Malaysia deportasi tiga pendukung Gulen yang dituduh terlibat percobaan kudeta pada Juli tahun lalu di Turki.

Baca Selengkapnya

Usai Referendum, Turki Putus Hubungan dengan Uni Eropa

3 Mei 2017

Usai Referendum, Turki Putus Hubungan dengan Uni Eropa

Sejumlah pemerintahan di Uni Eropa menuding sikap Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan terhadap para pelaku kudeta Juli 2016 terlalu keras.

Baca Selengkapnya

KPU Turki Tolak Batalkan Hasil Referendum Konstitusi

20 April 2017

KPU Turki Tolak Batalkan Hasil Referendum Konstitusi

Komisi Pemilihan Umum Turki (YSK) menolak permintaan partai oposisi utama agar membatalkan hasil referendum mengenai perubahan konstitusi

Baca Selengkapnya

Presiden Erdogan Dirikan Museum Peringatan Kudeta Gagal  

19 April 2017

Presiden Erdogan Dirikan Museum Peringatan Kudeta Gagal  

Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan akan mendirikan museum khusus mengenang kudeta gagal pada 15 Juli 2016.

Baca Selengkapnya

49 Pengunjuk Rasa Tolak Referendum Turki Ditangkap

19 April 2017

49 Pengunjuk Rasa Tolak Referendum Turki Ditangkap

Sedikitnya 49 pengunjuk rasa ditahan setelah menggelar aksi protes menolak hasil referendum Turki.

Baca Selengkapnya

Hasil Referendum Turki Dievaluasi Setelah Oposisi Protes

19 April 2017

Hasil Referendum Turki Dievaluasi Setelah Oposisi Protes

Dewan Tertinggi Pemilihan Turki menyatakan pihaknya akan mengevaluasi hasil referendum setelah oposisi menyatakan keberatan.

Baca Selengkapnya

Setelah Referendum Turki, Masa Darurat Diperpanjang

19 April 2017

Setelah Referendum Turki, Masa Darurat Diperpanjang

Pasca-referendum konstitusi, parlemen Turki mengesahkan perpanjangan keadaan darurat yang sudah diberlakukan selama sembilan bulan terakhir

Baca Selengkapnya

Pemantau Referendum Turki Duga 2,5 Juta Suara Dimanipulasi  

18 April 2017

Pemantau Referendum Turki Duga 2,5 Juta Suara Dimanipulasi  

Dewan Eropa, yang memantau referendum Turki, curiga lebih dari 2,5 juta suara telah dimanipulasi.

Baca Selengkapnya

Cuek Dikritik Barat, Erdogan: Biar Mereka Bicara ke Tangan Saya

18 April 2017

Cuek Dikritik Barat, Erdogan: Biar Mereka Bicara ke Tangan Saya

Presiden Turki,Erdogan tidak peduli dengan kritikan lembaga pemantau referendum dari Barat dan berujar: biarkan mereka bicara dengan tangan saya.

Baca Selengkapnya