Wakil Presiden Filipina, Leni Robredo. lenirobredo.com
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Filipina Leni Robredo mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri dari kabinet Presiden Rodrigo Duterte.
Wapres yang juga menjabat Menteri Perumahan tersebut mundur dari jabatannya setelah diberi tahu tidak perlu hadir dalam pertemuan dan mengklaim ada plot untuk menjatuhkannya.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Minggu malam, 4 Desember 2016, Robredo mengungkapkan bahwa dia mundur dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Koordinasi Perumahan dan Pembangunan Perkotaan (HUDCC). Keputusan itu diambil setelah ia menerima pesan teks dari Sekretaris Kabinet Juni Evasco Jr. yang menyampaikan instruksi Duterte baginya untuk berhenti menghadiri semua pertemuan kabinet mulai 5 Desember 2016.
"Saya diberi peringatan tentang plot untuk mencuri kursi wakil presiden. Saya memilih mengabaikan hal ini dan berkonsentrasi pada tugas yang ada. Tapi peristiwa baru-baru ini menunjukkan plot itu sedang digerakkan," kata Robredo dalam satu pernyataan di akun Facebook-nya.
Robredo mengakui, ada beberapa perbedaan utama dengan Duterte dari segi prinsip dan nilai-nilai, seperti pembunuhan di luar hukum yang bertujuan memerangi narkoba dan mengizinkan pemakaman bertaraf pahlawan bagi diktator Ferdinand Marcos.
Robredo juga kerap dikritik Duterte, yang dianggapnya "hambar" ketika mengomentari tentang penampilan dan kehidupan pribadinya.
Di Filipina, presiden dan wakil presiden dipilih secara terpisah. Duterte dan Robredo berasal dari partai berbeda.
Sementara itu, pihak istana kepresidenan telah mengumumkan bahwa Duterte telah menerima pengunduran diri Robredo tersebut.
Juru bicara istana menyebutkan, Duterte menerima pengunduran diri itu dengan berat hati.
Begini Konflik Antara Duterte dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr
31 Januari 2024
Begini Konflik Antara Duterte dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr
Marcos bekerja sama dengan putri Duterte, Sara, untuk menjadikannya wakil presiden dalam kemenangan Pemilu 2022. Namun, keretakan dalam aliansi keluarga tersebut muncul ketika petahana telah menyimpang dari kebijakan anti-narkoba dan kebijakan luar negeri pendahulunya.