Pengungsi Rohingya dan Banglades mengumpulkan air hujan dengan piring dan botol di kamp pengungsi sementara di Maungdaw, Myanmar, 4 Juni 2015. Sekitar 400 orang pengungsi berkumpul di kamp ini tanpa makanan dan air bersih yang memadai. REUTERS/Soe Zeya Tun
TEMPO.CO, Kuala Lumpur -Pemimpin gerakan demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, menolak bertemu Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman untuk membicarakan krisis etnis Rohingya di Myanmar.
Suu Kyi baru bersedia bertemu Anifah di Myanmar jika tujuannya membahas isu bilateral. "Ya, jika Anda (Anifah) mau bertemu saya untuk isu bilateral, tapi saya tidak akan bertemu Anda jika Anda mau membahas isu Rohingya," kata Perdana Menteri Malaysia Najib Abdul Razak menyitir pernyataan Suu Kyi seperti dikutip dari Malaysia Kini, 4 Desember 2016.
Najib, seperti dikutip dari Channel News Asia, bermaksud mengirim Anifah bertemu Suu Kyi di Myanmar. Namun Suu Kyi menolak jika tujuannya membahas Rohingya.
"Apa arti penghargaan Nobel Perdamaian?" tanya Najib di hadapan ribuan orang di Kuala Lumpur, Minggu, 4 Desember, yang berkumpul untuk menuntut pengakhiran kekerasan militer terhadap Rohingya di Myanmar
Najib kemudian mengatakan akan meminta Indonesia untuk melakukan aksi turun ke jalan sebagai bentuk solidaritas untuk Rohingya dan meminta agar lebih banyak lagi warga Malaysia melakukan protes. "Dunia tidak bisa hanya duduk dan menyaksikan genosida terjadi," ujar Najib.
Menurut catatan badan pengungsi PBB (UNHCR), lebih dari 56 ribu Rohingya terdaftar di Malaysia.
Myanmar mengeluarkan pernyataan pada Jumat, 2 Desember 2016, yang ditujukan kepada Malaysia yang isinya meminta Malaysia menghormati kedaulatan negara itu. Malaysia juga diminta untuk mengikuti kebijakan ASEAN mengenai anggota ASEAN tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri anggotanya.
Suu Kyi telah memohon kepada masyarakat internasional untuk memahami isu Rohingya yang disebutnya sangat sensitif dan rumit. "Tidak akan membantu jika setiap orang hanya berkonsentrasi pada sisi negatif dari situasi ini," kata Suu Kyi.