Polisi menembakan gas air mata ke arah pengunjuk rasa selama protes anti-pemerintah di dekat istana pemerintah di Beirut, Lebanon, 23 Agustus 2015. Pengunjuk rasa menuding korupsi menyebabkan pemerintah tidak bisa memecahkan krisis pembuangan sampah, yang berawal dari penutupan tempat pembuangan akhir sampah, sehingga sampah menumpuk di kota Beirut. REUTERS/Mohamed Azakir
TEMPO.CO, Beirut - Tiga negara Teluk mengeluarkan surat pelarangan perjalanan ke Libanon setelah unjuk rasa damai anti-pemerintah di Beirut berubah menjadi kekerasan dalam beberapa pekan ini. Bahrain, Kuwait, dan Arab Saudi memperingatkan warganya agar tak mengunjungi Libanon. Sebab, di negara itu tengah berlangsung demonstrasi massa yang tidak puas terhadap pemerintah yang dianggap korup, serta masalah kekurangan pasokan listrik dan air bersih.
Pada Senin, 24 Agustus 2015, Bahrain mendesak warganya segera meninggalkan Libanon sesegera mungkin dan menghindari kawasan yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan jiwa mereka.
Adapun Kedutaan Besar Kuwait meminta warganya tetap waspada atas keselamatan mereka sepanjang waktu. "Di tengah situasi kritis, semua warga negara Kuwait yang berada di Libanon disarankan membatalkan seluruh rencana mereka yang tidak terlalu penting dan segera meninggalkan Libanon," demikian pernyataan Kedutaan Besar Kuwait.
Adapun kantor Kementerian Luar Negeri Arab Saudi meminta semua warganya di Libanon melakukan koordinasi dengan kedutaan besar di Beirut.
Pada unjuk rasa yang berlangsung dalam beberapa pekan ini di Libanon, seorang demonstran dilaporkan tewas dan sedikitnya 40 warga lain dilarikan ke rumah sakit, menyusul kian meningkatnya kerusuhan dan kekerasan pada Ahad, 23 Agustus 2015.
Untuk mengurai kerusuhan, pasukan keamanan menembakkan gas air mata, peluru karet, serta semprotan air bertekanan tinggi ke arah pengunjuk rasa, yang melawan apa yang mereka sebut dengan "ketidakberdayaan politik Libanon".
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, menyebut dunia akan menjadi tempat yang lebih baik karena Presiden Amerika Serikat Donald Trump "idiot."