Presiden Amerika Serikat, Barack Obama memeluk Nina Pham, perawat dari Dallas, di Gedung Putih, 25 Oktober 2014. Pham sebelumnya tertular Ebola dari Thomas Eric Duncan, telah meninggal, yang dirawat di Texas Health Presbyterian Hospital, Dallas. Olivier Douliery-Pool/Getty Images
TEMPO.CO, Washington - Semua tentara, dokter, dan perawat Amerika Serikat yang pulang dari tugas membantu melawan ebola di negara Afrika Barat akan dikarantina selama 21 hari. Tindakan ini, kata Presiden Barack Obama, dilakukan untuk mewaspadai penyebaran virus ebola di Amerika Serikat. Namun, sejumlah anggota parlemen, terutama dari partai politik, menilai langkah ini melampaui pedoman federal yang berlaku di negara itu. (Baca: Cegah Ebola, Sekolah di Ohio dan Dallas Ditutup)
"Kami bukannya ingin mencegah petugas kesehatan berada di garis depan untuk melawan ebola, tapi kami harus memastikan bahwa ketika mereka kembali, mereka dalam kondisi yang baik. Mereka melakukan itu agar kita semua tetap aman," kata Obama kepada wartawan di Gedung Putih, seperti dilaporkan Reuters, Selasa, 28 Oktober 2014.
Dengan pernyataan Obama itu, Pentagon meminta Menteri Pertahanan Chuck Hagel mempertimbangkan rekomendasi proses karantina selama 21 hari kepada lebih dari empat ribu pasukan AS yang kembali dari Afrika Barat. Sejak Senin kemarin, Angkatan Darat pun mulai mengisolasi semua tentara yang kembali dari Afrika Barat walaupun tidak menunjukkan tanda-tanda terinfeksi. (Baca: Pasien Ebola Pertama di Amerika Meninggal Dunia)
"Program karantina 21 hari ini akan diawasi sepenuhnya. Langkah ini bahkan jauh lebih ketat daripada pedoman yang direkomendasikan otoritas kesehatan sipil," kata Laksamana John Kirby, Sekretaris Pers Pentagon.
Sementara itu, militer AS berulang lagi menegaskan bahwa personelnya tidak berinteraksi langsung dengan pasien ebola. Di negara Afrika Barat, mereka bertugas untuk membangun unit pengolahan untuk membantu otoritas kesehatan melawan ebola.