TEMPO.CO, Moskow - Iring-iringan 280 truk milik Rusia yang membawa "bantuan kemanusiaan" menuju wilayah konflik di Ukraina timur mendapat kecaman keras dari negara-negara Barat. Barat menuding Moskow sengaja menggunakan misi kemanusiaan sebagai kedok untuk memasukkan pasukannya ke Ukraina.
"Kita harus sangat berhati-hati karena ini bisa menjadi kedok Rusia untuk menempatkan pasukannya di Donetsk dan Lugansk sehingga menjadi keadaan yang harus diterima," kata Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius seperti dilansir Channel News Asia, Selasa, 12 Agustus 2014.
Prancis menyatakan kekhawatirannya atas tindakan Rusia itu. Dia juga meminta adanya peraturan ketat untuk misi bantuan tersebut. "Hanya dibolehkan jika Palang Merah memberikan persetujuannya, tanpa ada pasukan militer dalam misi tersebut," ujarnya.
Iring-iringan truk Rusia membawa 2.000 ton bantuan kemanusiaan ke Ukraina, termasuk peralatan medis, makanan bayi, dan kantong tidur.
Presiden Rusia Vladimir Putin membenarkan pengiriman truk tersebut dalam misi yang disebutnya "konsekuensi dari bencana besar" terkait dengan langkah Ukraina melawan pemberontak di Ukraina timur. Ia juga menyatakan Moskow telah bekerja sama dengan Palang Merah Internasional.
Namun, lembaga bantuan internasional itu menyatakan belum ada kesepakatan tentang tindakan Moskow tersebut. Sementara Prancis bersikeras iring-iringan tersebut seharusnya tidak diperbolehkan melewati perbatasan kecuali diterapkan kondisi yang ketat, termasuk persetujuan Palang Merah Internasional.
Kecurigaan negara-negara Barat terhadap bantuan kemanusiaan Rusia itu dilandasi tuduhan kepada Moskow yang telah mengobarkan pemberontakan di Ukraina timur dengan mempersenjatai kelompok separatis pro-Rusia. Rusia secara tegas membantah tuduhan tersebut, namun NATO menyatakan Moskow telah mengumpulkan 20 ribu tentara di sepanjang perbatasan Ukraina. Sementara Kiev memperkirakan jumlah pasukan Rusia di perbatasan Ukraina mencapai 45 ribu tentara.
Terlepas dari perdebatan bantuan kemanusiaan Rusia tersebut, kota-kota yang dikuasai pemberontak pro-Rusia telah dilanda bencana kemanusiaan akibat pertempuran. Warga harus tinggal tanpa listrik, air bersih, atau bahan bakar. Obat-obatan dan makanan telah menipis di Kota Donetsk dan Lugansk, yang telah dikuasai kelompok separatis dan mengalami penembakan secara intens dalam beberapa hari terakhir.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) menegaskan pihaknya belum memberikan lampu hijau perihal misi bantuan Rusia itu. "Kami masih perlu mendapatkan beberapa informasi lebih lanjut sebelum kita dapat bergerak maju," kata juru bicara ICRC, Anastasia Isyuk, di Jenewa.
CHANNEL NEWS ASIA | ROSALINA
Berita terkait
Ukraina Buat Daftar Pria Tidak Bertanggung Jawab, Apa Maksudnya?
8 Februari 2018
Ukraina membuat daftar elektronik nama-nama pria yang tidak bertanggung jawab menafkahi anaknya.
Baca SelengkapnyaGudang Senjata Meledak di Ukraina, 30 Ribu Warga Dievakuasi
13 November 2017
Gudang senjata di Ukraina meledak, menyebabkan satu orang perempuan cedera.
Baca SelengkapnyaGudang Senjata Terbesar Ukraina Meledak, 30 Ribu Orang Dievakuasi
27 September 2017
Sebelumnya, gudang senjata Ukraina juga meledak pada Maret lalu.
Baca SelengkapnyaUkraina Jadi Tuan Rumah Kontes Lagu Eropa Eurovision-2017
8 Mei 2017
Menurut Kedutaan Besar Ukraina, negaranya tetap akan mengadakan kontes Eurovision-2017, di tengah perang "hibrid" dengan Rusia.
Baca SelengkapnyaPutri Pejabat Digigit Anjing Jadi Gunjingan di Media Sosial
8 Mei 2017
Putri seorang pejabat Ukraina berusia 6 tahun digigit anjing di wilayah Krimea, yang dicaplok Rusia.
Baca SelengkapnyaAnak Pejabat Ukraina Naik Helikopter ke Sekolah Dikritik Netizen
21 Maret 2017
Mantan pejabat tinggi di Kementerian Olahraga Ukraina menuai kritik di media sosial setelah mengantar anaknya ke sekolah menggunakan helikopter.
Baca SelengkapnyaPerang Ukraina Lawan Pemberontak, Warga Hidup tanpa Listrik
5 Februari 2017
Bentrok senjata antara pasukan pemerintah dan pemberontak pro-Rusia mengakibatkan kerusakan infrastruktur.
Baca SelengkapnyaPresiden Ukraina Klaim 54 Persen Rakyat Ingin Gabung NATO
2 Februari 2017
Presiden Ukraina, Petro Poroshenko mengklaim 54 persen rakyatnya ingin Ukraina bergabung dengan NATO.
Baca SelengkapnyaUkraina-Rusia Perang Terbuka, 13 Orang Tewas
2 Februari 2017
Ukraina dan Rusia terlibat perang terbuka di perbatasan, 13 orang tewas.
Baca SelengkapnyaUkraina Sita Peluru Kendali Buatan Rusia untuk Iran
24 Januari 2017
Ukraina menyita pesawat kargo berisi peluru kendali anti-tank buatan Rusia yang akan diterbangkan ke Iran.
Baca Selengkapnya