TEMPO.CO, Praha-Pemimpin spritual masyarakat Tibet, Dalai Lama, kembali menyerukan agar para biksu di Myanmar untuk bertindak sesuai prinsip-prinsip Budha. Seruan ini khususnya ditujukan terhadap sikap biksu Myanmar terhadap warga muslim dan etnis Rohingya di negara tersebut. Menurutnya, kelompok biksu yang mengkampanyekan gerakan anti-muslim, telah melenceng dari prinsip Budha.
“Ketika mereka mengalami semacam kemarahan terhadap saudara-saudara muslim, tolong ingat keyakinan Budha,” kata Dalai Lama dalam konferensi pers yang digelar seusai konferensi tahunan hak asasi manusia di Praha, Cek pada Selasa, 17 September waktu setempat.
Aktivis kemanusian yang sejak 1959 tidak diizinkan Pemerintah Cina berada di Tibet ini pun menegaskan, tidak satu pun ajaran dalam prinsip Budha menolak kehadiran agama lain di wilayahnya. Pria yang bernama asli Tenzin Gyatso itu yakin jika para biksu radikal itu mengingat prinsip-prinsip Budha, kekerasan sektarian di Myanmar akan berhenti.
Lebih dari 200 warga muslim dan penduduk etnis Rohingya tewas dalam beberapa kekerasan sektarian sejak tahun lalu hingga pertengahan 2013 di Myanmar. Kekerasan menjalar hampir ke semua negara bagian negara bekas junta itu. Insiden ini memaksa 800 ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dan negara Asia Tenggara lainnya.
Dalai Lama ke-14 ini menegaskan masyarakat mayoritas Budha Myanmar dilarang berlaku tidak adil terhadap komunitas Muslim dan warga etnis Rohingya. Penerima Nobel Perdamaian 1989 ini juga mendesak agar pemerintah segera memperbaiki kerukunan beragama di Myanmar.
“Pemerintah harus melindungi saudara-saudara Muslim,” Dalai Lama menegaskan.
Kerusuhan etnis terparah di negara anggota ASEAN itu masih terasa sampai sekarang. Bahkan pemerintahan Presiden Thein Sen itu, membiarkan kampanye permusuhan terhadap Muslim Rohingya. Kampanye itu disuarakan kelompok biksu dan petinggi agama mayoritas. Agustus tahun lalu, Dalai Lama sudah menyampaikan sikapnya ini melalui surat kepada tokoh reformasi Myanmar Aung San Suu Kyi. Sikapnya juga diungkapkan dalam sejumlah pidatonya, termasuk ketika menjadi pembicara di University of Maryland.
Dalam forum di Praha itu, Aung San Suu Kyi mengaku sudah tak sanggup lagi memberikan solusi hukum terkait warga muslim dan etnis Rohingya. Dia beralasan solusi dan pengakuan terhadap warga etnis Rohingya hanya bisa dilakukan melalui amendemen konstitusi
“Tapi amendemen tersebut rumit dilakukan dalam konstelasi politik di negaranya saat ini,” tutur Penerima Nobel Perdamaian 1991 ini.