Respons AS, Jerman, dan Prancis atas Bentrok Berlarut-larut Israel Hizbullah di Lebanon Selatan
Reporter
Mohammad Hatta Muarabagja
Editor
Dwi Arjanto
Jumat, 27 September 2024 09:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Konflik Israel Hizbullah memburuk seiring Israel telah meluncurkan serangkaian serangan udara mematikan ke Lebanon sejak Senin, 23 September 2024. Gempuran itu yang menewaskan hampir 610 orang dan melukai lebih dari dua ribu lainnya, demikian menurut otoritas kesehatan Lebanon.
Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam perang lintas batas sejak dimulainya perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.400 orang, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, menyusul serangan lintas batas dari Hamas pada 7 Oktober lalu.
Sebelumnya pada 17 hingga 18 September, ribuan pager dan walkie-talkie (radio panggil) meledak di berbagai wilayah Lebanon, yang menewaskan lebih dari 40 orang dan melukai hampir 3.500 lainnya. Masih belum diketahui apa yang menyebabkan ribuan perangkat tersebut meledak secara bersamaan.
Atas kejadian tersebut, Hizbullah dan otoritas Lebanon menyalahkan Israel, sementara Presiden Israel Isaac Herzog membantah keterlibatan negaranya dalam insiden tersebut. Situasi di perbatasan Israel-Lebanon memburuk setelah dimulainya operasi militer Israel di Jalur Gaza pada Oktober 2023. Pasukan Israel dan pejuang Hizbullah saling tembak hampir setiap hari di daerah sepanjang perbatasan.
AS sudah peringatkan Israel serang Hizbullah dapat gagalkan upaya diplomatik
Amerika Serikat telah memperingatkan Israel bahwa menyerang Hizbullah dapat menggagalkan upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik dan memicu perang kawasan, lapor Politico pada Rabu dengan mengutip sejumlah pejabat AS.
Surat kabar digital tersebut melaporkan bahwa beberapa hari sebelum serangan udara Israel terhadap Hizbullah, para pejabat AS telah memperingatkan pemerintah Israel bahwa strategi semacam itu kemungkinan akan membawa kawasan itu ke dalam perang.
Menurut sumber Politico, otoritas AS ketika itu menyatakan kepada Israel bahwa solusi diplomatik masih mungkin dilakukan dan operasi militer terhadap Lebanon dapat menghalangi upaya diplomasi ini.
Namun, pejabat Israel mengambil pendekatan berbeda untuk mencapai perdamaian, sembari mengatakan kepada perwakilan AS bahwa sudah waktunya untuk melakukan "eskalasi untuk meredakan ketegangan".
Menurut rezim Zionis itu, dengan menyerang Hizbullah akan memaksa gerakan di Lebanon tersebut untuk berpartisipasi dalam negosiasi guna mengakhiri konflik.
Jerman: Konflik Israel-Hizbullah tidak boleh meningkat lebih jauh
Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Rabu mengatakan bahwa konflik antara Israel dan Hizbullah "tidak boleh meningkat" di tengah risiko terjadinya konflik regional.
"Situasi antara Israel dan Hizbullah tidak boleh meningkat lebih jauh. Ada ancaman konflik regional," kata Scholz di platform X.
"Jerman mendukung negosiasi tentang gencatan senjata. Saya telah meyakinkan Perdana Menteri Lebanon (Najib) Mikati tentang hal ini," katanya, seraya menekankan perlunya solusi diplomatik bagi konflik tersebut.
Prancis dan AS upayakan gencatan senjata
Prancis dan Amerika Serikat sedang berupaya untuk mencapai gencatan senjata sementara selama 21 hari antara militan Hizbullah dan Israel. Gencatan senjata di Lebanon ini guna memberikan waktu bagi negosiasi yang lebih luas, kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot pada hari Rabu.
"Solusi diplomatik memang memungkinkan. Dalam beberapa hari terakhir, kami telah bekerja sama dengan mitra Amerika kami untuk mencapai gencatan senjata sementara selama 21 hari guna memungkinkan negosiasi," katanya kepada 15 anggota Dewan Keamanan PBB seperti dikutip dari Reuters.
Ia mengatakan rencana itu akan segera diumumkan ke publik. "Kami mengandalkan kedua pihak untuk menerimanya tanpa penundaan, guna melindungi penduduk sipil dan memungkinkan dimulainya negosiasi diplomatik," katanya.
Barrot, yang akan berangkat ke Lebanon pada akhir minggu ini, mengatakan Paris telah bekerja sama dengan para pihak dalam menentukan parameter untuk jalan keluar diplomatik dari krisis berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701. "Itu adalah jalan yang penuh tantangan, tetapi itu adalah jalan yang memungkinkan," katanya.
Resolusi 1701 - diadopsi setelah perang selama sebulan antara Israel dan Hizbullah pada tahun 2006 - memperluas mandat pasukan penjaga perdamaian PBB, yang memungkinkannya membantu tentara Lebanon menjaga wilayah selatan bebas dari senjata atau personel bersenjata selain dari negara Lebanon. Hal ini telah memicu ketegangan dengan Hizbullah, yang secara efektif menguasai Lebanon selatan meskipun ada kehadiran tentara Lebanon. Hizbullah adalah partai yang bersenjata lengkap dan kekuatan politik paling kuat di Lebanon.
Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood mengatakan kepada dewan bahwa 1701 yang diterapkan sepenuhnya adalah satu-satunya solusi jangka panjang.
"Amerika Serikat telah terlibat secara intensif dengan semua pihak di kawasan tersebut. Tujuan kami jelas, yaitu untuk mencegah perang yang lebih luas yang kami yakini tidak akan menguntungkan satu pihak pun, baik rakyat Israel maupun rakyat Lebanon," kata Wood.
"Kami tengah bekerja sama dengan negara lain untuk mengajukan usulan yang kami harap dapat menciptakan ketenangan dan memungkinkan pembahasan solusi diplomatik," katanya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan dalam pertemuan tersebut bahwa Lebanon tidak bisa dibiarkan menjadi Gaza lain. "Mari kita katakan dengan suara yang tegas, hentikan pembunuhan dan penghancuran. Tolak retorika dan ancaman. Mundurlah dari jurang. Perang habis-habisan harus dihindari dengan segala cara," kata Guterres atas konflik berdarah Israel Hizbullah itu.
Pilihan editor: Perseteruan Israel Hizbullah dalam Angka: Serangan Israel 4 Kali Lipat Dibandingkan Hizbullah