Laporan PBB: Iran dan Hizbullah Bantu Kebangkitan Houthi
Editor
Ida Rosdalina
Jumat, 27 September 2024 01:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemberontak Houthi Yaman telah berkembang "dari kelompok bersenjata lokal dengan kemampuan terbatas menjadi organisasi militer yang kuat" dengan bantuan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Hizbullah Lebanon, dan para ahli Irak, menurut sebuah laporan rahasia dari pemantau sanksi PBB.
Panel ahli independen, yang melapor setiap tahun ke Dewan Keamanan PBB, mengatakan bahwa para pejuang Houthi telah menerima pelatihan taktis dan teknis di luar Yaman, melakukan perjalanan dengan paspor palsu ke Iran, Lebanon dan Irak.
Selama setahun terakhir, Houthi telah meluncurkan serangan drone dan rudal berulang kali terhadap kapal-kapal di jalur pelayaran Laut Merah yang sangat penting untuk menunjukkan dukungan kepada Palestina dalam perang Gaza dengan Israel, mengganggu perdagangan maritim global dengan memaksa perusahaan-perusahaan pelayaran mengalihkan kargo.
"Berbagai kesaksian yang dikumpulkan oleh panel dari para ahli militer, pejabat Yaman, dan bahkan orang-orang yang dekat dengan Houthi, menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki kapasitas untuk mengembangkan dan memproduksi, tanpa dukungan asing, sistem persenjataan yang rumit," tulis para ahli PBB dalam laporan terbaru mereka, seperti dikutip dari Reuters.
Houthi tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar atas laporan PBB tersebut.
Pemantau sanksi mengatakan bahwa sistem senjata yang dioperasikan oleh Houthi mirip dengan yang diproduksi dan dioperasikan oleh Iran atau kelompok-kelompok bersenjata "Poros Perlawanan" yang didukung oleh Teheran yang menentang Israel dan pengaruh AS di Timur Tengah.
"Transformasi ini dimungkinkan karena adanya transfer material dan bantuan serta pelatihan yang diberikan oleh IRGC-QF, Hizbullah, dan spesialis serta teknisi Irak kepada Houthi," demikian laporan para ahli PBB kepada komite sanksi Yaman yang beranggotakan 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB. "IRGC-QF" mengacu pada Pasukan Quds, cabang luar negeri Garda Revolusi.
Dibangun selama bertahun-tahun atau puluhan tahun dengan dukungan Iran, "Poros Perlawanan" ini mencakup Houthi, militan Palestina Hamas, Hizbullah, dan berbagai kelompok bersenjata di Irak dan Suriah.
Houthi secara efektif telah berada di bawah embargo senjata PBB sejak 2015. Iran telah berulang kali membantah memasok senjata kepada kelompok tersebut. Misi Iran untuk PBB tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar tentang laporan pemantau sanksi ini.
Di PBB pada Rabu, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan kepada wartawan sebelum pertemuan Dewan Keamanan bahwa negaranya mendukung Hizbullah dan tidak akan tinggal diam jika konflik Lebanon dengan Israel semakin memanas.
Para pemantau sanksi PBB juga menyatakan keprihatinan mereka akan meningkatnya kolaborasi antara Houthi dan al Qaeda di Jazirah Arab.
"Keduanya telah sepakat untuk menghentikan konflik internal, mentransfer senjata, dan berkoordinasi dalam serangan-serangan terhadap pasukan Pemerintah Yaman," kata mereka. "Selain itu, peningkatan kegiatan penyelundupan, yang melibatkan senjata ringan dan kecil diamati antara Houthi dan Al-Shabaab, dengan indikasi adanya pasokan militer bersama atau pemasok yang sama."
Mengenai masalah paspor palsu, pemantau sanksi PBB mengatakan bahwa Houthi mengeluarkan dokumen palsu kepada orang-orang yang "bertindak atas nama mereka, untuk dukungan mereka atau di bawah kendali mereka."
"Orang-orang ini ditugaskan untuk melakukan pengadaan dan/atau transfer barang atau senjata terlarang atau mereka melakukan perjalanan ke luar negeri untuk berpartisipasi dalam pelatihan militer," tulis mereka dalam laporan setebal 38 halaman yang mencakup ratusan halaman lampiran.
REUTERS
Pilihan Editor: Serangan Israel Kian Ganas, Beberapa Negara Minta Warganya Keluar dari Lebanon