Asian Journalism Forum 2024 Soroti Peran Media Sosial dan AI dalam Kampanye Pemilu
Reporter
Ahmad Nurhasim
Editor
Ida Rosdalina
Senin, 24 Juni 2024 21:21 WIB
Disinformasi dan Propaganda
Sementara itu, dalam kasus pemilihan presiden Taiwan pada Januari lalu, dosen Graduate Institute of Development Studies National Chengchi University Taiwan Jaw-Nian Huang menyoroti dampak manipulasi informasi melalui media sosial oleh Cina terhadap pemilu Taiwan. Salah satu model manipulasi yang dilakukan Cina, selain menyebarkan disinformasi dan propaganda, adalah menebarkan skeptisisme kepada pemilih Taiwan terkait Amerika Serikat sebagai sekutu terkuat pemerintah Taiwan.
Dalam delapan tahun terakhir di bawah kepemimpinan Partai Progresif Demokrat Taiwan telah memperkuat aliansi dengan Amerika Serikat untuk melawan potensi ancaman dari Cina. Cina mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayah Cina, sementara Partai Progresif Demokrat mendukung gagasan Taiwan sebagai negara berdaulat.
Jaw-Nian menunjukkan sebuah survei dari Academia Sinica Taiwan pada 25 Desember 2023-8 Januari 2024 yang menanyakan pendapat publik “Apakah Anda berpikir bahwa hubungan yang lebih dekat antara Taiwan dan Amerika Serikat membuat Taiwan lebih aman atau lebih terancam?” Jawaban atas pertanyaan ini adalah 56% responden menyatakan tidak lebih aman dan hanya 44 persen yang menyatakan lebih aman.
Saat dilihat pada afiliasi partai, jawaban atas pertanyaan ini ternyata menunjukkan perbedaan besar di antara pemilih Partai Progresif Demokrat, Partai Kuomintang dan Partai Rakyat Taiwan. Sebanyak 82,9 persen pendukung Partai Progresif Demokrat menyatakan Taiwan akan lebih aman. Sebaliknya, 83,5% pemilih Kuomintang dan 65,5% pemilih Partai Rakyat Taiwan menyatakan Taiwan tidak lebih aman.
“Secara keseluruhan, efek dari manipulasi informasi Cina terhadap demokrasi Taiwan tergantung pada apakah orang-orang Taiwan memiliki akses pada informasi alternatif untuk literasi media,” kata Jaw-Nian. Dalam kasus Taiwan, Partai Progresif Demokrat, yang anti-unifikasi dengan Cina, menang untuk ketiga kalinya di parlemen dan kepresidenan dalam pemilu Januari lalu.
Peran Jurnalisme di Tengah Arus Disinformasi
Di tengah media sosial yang mudah dimanipulasi oleh aktor-aktor politik untuk menyebarkan disinformasi kepada publik, jurnalisme perlu memperkuat peran yang lebih spesifik. Wahyu mengatakan jurnalis berperan penting sebagai saksi, pengecek fakta, investigator dan pembuat produk jurnalistik yang masuk akal dan penting.
“Jika peran ini dilakukan dengan baik jurnalisme bisa menyajikan fakta yang akurat dan kredibel sehingga bisa memandu publik untuk mengambil keputusan yang benar termasuk dalam pemilu,” kata dia.
Anton Artemyev, Head of Development Thomson Foundation, juga menekankan bahwa memperkuat tim pengecek fakta di media dan membangun kerangka kerja yang komprehensif untuk verifikasi informasi dan pendidikan adalah hal krusial untuk membangun independensi media, kredibilitas dan pembangunan demokrasi.
“Seperti semua teknologi yang sedang berkembang, AI juga dapat digunakan oleh organisasi media dan jurnalis untuk memverifikasi informasi dan mendeteksi manipulasi secara cepat dan pada skala yang dibutuhkan untuk tetap kompetitif dalam ekosistem informasi,” kata dia. Media juga perlu memperkuat kerja sama dengan kelompok masyarakat sipil untuk melawan disinformasi yang diproduksi dengan AI.
AHMAD NURHASIM
Pilihan Editor: 48 Daftar Negara di Benua Asia Beserta Ibu Kotanya