Indonesia Desak Myanmar Hentikan Kekerasan Jelang KTT ASEAN
Reporter
Daniel A. Fajri
Editor
Sita Planasari
Jumat, 5 Mei 2023 13:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan Indonesia secara senyap sudah berkomunikasi dengan sejumlah pemangku kepentingan di Myanmar. Jelang KTT ASEAN di Labuan Bajo pekan depan, Indonesia dengan tegas meminta penghentian kekerasan di Myanmar.
“Kita menyerukan penghentian kekerasan yang memakan korban sipil cukup banyak. Indonesia sebagai Ketua ASEAN mengecam keras penggunaan kekerasan yang mengakibatkan korban sipil yang makin banyak,” kata Retno dalam pernyataan pers di Jakarta, Jumat, 5 Mei 2023.
Myanmar dilanda kekerasan dan gejolak ekonomi sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 2021. Tatmadaw melancarkan tindakan keras terhadap lawan, beberapa di antaranya melarikan diri ke luar negeri untuk membentuk pemerintahan di pengasingan, NUG.
Pihak lainnya bergabung dengan kelompok perlawanan bersenjata nasional, yang bersekutu dengan NUG dan beberapa tentara etnis minoritas dalam memerangi junta.
Retno menyebut upaya Indonesia ini merupakan implementasi dari lima butir konsensus yang yang disepakati ASEAN untuk menyelesaikan krisis di Myanmar.
Solusi damai yang dikenal Five Point Consensus itu mencakup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman utusan khusus ke Myanmar.
Sejauh ini belum ada tanda-tanda akan berakhirnya kekerasan di Myanmar. Lebih dari 100 orang tewas pada 11 April dalam serangan udara oleh militer di sebuah desa, menurut aktivis oposisi dan media.
Para pemimpin ASEAN telah kehilangan kesabaran dengan junta atas kegagalannya untuk mengimplementasikan konsensus perdamaian dan serangan terus-menerus terhadap lawan. Blok tersebut sejak akhir 2021 melarang junta menghadiri pertemuan tingkat tinggi hingga kemajuan terlihat.
<!--more-->
Berkomunikasi dengan Semua Pihak
Retno mengatakan, selama empat bulan keketuaan di ASEAN, Indonesia sudah melakukan 60 pertemuan dengan berbagai pihak di Myanmar, termasuk rapat langsung, seperti dengan junta, kelompok etnis bersenjata, dan Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG).
“Diplomasi senyap bukan berarti Indonesia tidak melakukan apapun, yang terjadi adalah sebaliknya. Indonesia sudah melakukan banyak hal yang bisa jadi modal selanjutnya,” kata Retno.
Selain dengan pemangku kepentingan di Myanmar, Retno mengatakan Indonesia juga sudah membahas ini dengan negara kunci/tetangga seperti Cina, India, Thailand, hingga lembaga seperti PBB.
Kementerian Luar Negeri NUG dalam jawaban tertulis kepada Tempo belum lama ini mengatakan, pihaknya telah membentuk saluran resmi untuk terlibat dengan negara-negara ASEAN.
Mereka menunjuk perwakilan non-residence untuk ASEAN dan dengan demikian keterlibatan ASEAN telah dilakukan melalui perwakilanya.
“NUG percaya Indonesia akan membawa pendekatan baru yang memprioritaskan keterlibatan dengan semua pemangku kepentingan utama dan yang menetapkan garis batas ASEAN yang jelas terkait cara menangani junta,” katanya.
Kelompok etnis bersenjata dan junta tidak secara terbuka mempublikasikan pertemuan dengan Indonesia.
Saat berbicara soal kehadiran Myanmar dalam KTT ASEAN, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Sidharto Suryodipuro saat ditemui pada Jumat, 5 Mei 2023, mengatakan, undangan sudah dikirimkan secara diplomatik ke Naypyidaw untuk pejabat non-politik.
Sidharto mengatakan, kemungkinan besar tidak akan ada yang hadir dari Myanmar seperti dalam pertemuan menteri luar negeri dan rapat tingkat tinggi pemimpin pemerintahan ASEAN yang lalu.
Selama keketuaan ASEAN, Indonesia sudah menggelar 195 pertemuan di berbagai tingkat. Rapat tingkat tinggi pekan depan diharapkan membuahkan dokumen yang berkaitan dengan penguatan kapasitas kelembagaan hingga mekanisme perlindungan pekerja migran.
Pilihan Editor: Menanti Terobosan ASEAN dalam Menyelesaikan Krisis Myanmar
DANIEL A. FAJRI