PM Malaysia: Bahasa Melayu Bisa Menjadi Bahasa Resmi ASEAN
Reporter
Antara
Editor
Yudono Yanuar
Rabu, 23 Maret 2022 17:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengatakan, keyakinannya Bahasa Melayu bakal menjadi salah satu bahasa resmi ASEAN.
"Saya berkeyakinan bahwa suatu hari nanti, Bahasa Melayu bisa dijadikan sebagai salah satu bahasa resmi ASEAN. Masalah ini mungkin bisa diperbincangkan dengan pemimpin ASEAN pada masa mendatang," katanya di parlemen di Kuala Lumpur, Rabu, 23 Maret 2022
Sebelumnya, ia menjawab pertanyaan senator Vell Paari tentang usaha pemerintah memartabatkan Bahasa Melayu dalam urusan diplomatik.
Ia mengaku telah menggunakan Bahasa Melayu semasa lawatan resminya ke Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand dan Vietnam dalam rangka memartabatkan bahasa tersebut.
"Bahasa Melayu mempunyai keunikan dan kelebihannya tersendiri, khususnya dalam kalangan negara ASEAN. Selain Malaysia, beberapa negara jiran seperti Indonesia, Brunei Darussalam, Thailand (wilayah selatan), Filipina (selatan) serta di sebagian Kamboja turut menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar," katanya.
Saat ini, ujar dia, hanya empat dari 10 negara ASEAN yang menggunakan bahasa Inggris dalam acara-acara resmi di tingkat internasional manakala enam negara lagi menggunakan bahasa sendiri dalam urusan resmi masing-masing dan perlu diterjemahkan.
Ismail mengaku telah meminta supaya Kementerian Luar Negeri Malaysia menyediakan nota percakapan serta dokumen dalam Bahasa Melayu untuk rujukan dirinya apabila mengadakan lawatan resmi ke luar negeri.
"Kita tidak perlu berasa malu untuk menggunakan Bahasa Melayu di tingkat internasional. Usaha memartabatkan bahasa ini juga searah dengan salah
satu bidang keutamaan Kerangka Dasar Luar Negeri Malaysia yang telah diresmikan oleh pemerintah pada 7 Desember 2021, yaitu diplomasi kebudayaan yang termasuk di dalamnya elemen menginternasionalkan Bahasa Melayu di persada dunia," katanya.
Dia mengatakan usaha ini akan diteruskan dalam pertemuan dan persidangan internasional termasuk pertemuan bilateral baik di dalam maupun di luar negeri mengikut kesesuaian.
"Pemerintah juga akan mengubah Undang-Undang Dewan Bahasa dan Pustaka 1959 (DBP) sebagai langkah memartabatkan Bahasa Melayu, sekaligus menjadikan ia sebagai bahasa ilmu," katanya.
Perubahan ini akan membolehkan pihak DBP mengambil tindakan terhadap pelanggaran Bahasa Melayu di semua peringkat baik daerah, negara bagian maupun pemerintah pusat.