Korban Meninggal Selama Kudeta Myanmar Capai 224 Orang

Jumat, 19 Maret 2021 13:05 WIB

Pengunjuk rasa anti-kudeta militer membuat barikade saat mereka terlibat bentrok dengan pasukan keamanan di Jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. Hingga kini sudah sekitar 200 demonstran yang tewas akibat kekerasan dari militer Myanmar. REUTERS/Stringer

TEMPO.CO, Jakarta - Angka korban meninggal selama kudeta Myanmar terus bertambah. Perkembangan terbaru, menurut Lembaga Asosiasi Advokat untuk Tahanan Politik, jumlah korban meninggal telah mencapai 224 orang. Tiga di antaranya terbunuh pada Kamis kemarin dalam unjuk rasa di Yangon, Monywa, dan Bago.

Atas kejahatan tersebut, pihak oposisi di Myanmar tengah mencari cara untuk membawa kasus pembunuhan selama kudeta ke Mahkamah Internasional. Harapannya, hal tersebut bisa mendesak pertanggungjawaban dari Militer Myanmar yang menjadi dalang atas kudeta yang terjadi.

"Kami memang bukan bagian dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Namun, kami perlu mencoba segala cara untuk membawa kasus ini ke ICC," ujar Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, Jumat, 19 Maret 2021.

Di Jenewa, Dewan HAM PBB mendukung upaya membawa junta Militer Myanmar ke Mahkamah Pidana Internasional. Selain itu, mereka juga mendukung pemerintah-pemerintah negara tetangga untuk mempertimbangkan kemungkinan menghukum para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebagai tambahan, Uni Eropa akan menyampaikan sanksi terbaru untuk Myanmar pada Senin pekan depan. Menurut Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, sanksi baru tersebut akan menyasar bisnis-bisnis yang menjadi kantong uang pejabat-pejabat Militer Myanmar.

Apabila mengacu pada sanksi ekonomi yang diberikan Amerika di awal Maret, maka setidaknya akan ada dua kelompok bisnis yang menjadi target sanksi Uni Eropa. Keduanya adalah Myanmar Economic Cooperation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL).

Selama ini MEC dan MEHL memang digunakan Militer Myanmar sebagai sumber uang mereka. Via keduanya, Militer Myanmar mengendalikan industri-industri yang menguntungkan mulai dari bir, rokok, telekomunikasi, ban, pertambangan, serta real estate. Dengan kata lain, hampir semua sektor strategis di Myanmar berada di tangan junta militer.

Menanggapi kabar akan dilaporan ke Mahkamah Internasional, Militer Myanmar kembali menegaskan bahwa mereka hanya menggunakan kekerasan saat diperlukan.

Baca juga: Kondisi Myanmar Makin Memprihatinkan

ISTMAN MP | REUTERS

Berita terkait

Invasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya

18 menit lalu

Invasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya

UN Women memperingatkan bahwa serangan darat Israel di Rafah, Gaza, akan memperburuk penderitaan 700.000 perempuan dan anak perempuan Palestina

Baca Selengkapnya

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

1 jam lalu

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan tidak ada dasar hukum untuk mengakui Vladimir Putin sebagai presiden Rusia yang sah.

Baca Selengkapnya

Temuan PBB tentang Kuburan Massal Gaza: Ada yang Disiksa, Ada yang Dikubur Hidup-hidup

3 jam lalu

Temuan PBB tentang Kuburan Massal Gaza: Ada yang Disiksa, Ada yang Dikubur Hidup-hidup

Para ahli PBB mendesak penjajah Zionis Israel untuk mengakhiri agresinya terhadap Gaza, dan menuntut ekspor senjata ke Israel "segera" dihentikan.

Baca Selengkapnya

Kelompok Perlawanan Myanmar Klaim Tangkap Ratusan Aggota Junta Militer

8 jam lalu

Kelompok Perlawanan Myanmar Klaim Tangkap Ratusan Aggota Junta Militer

Tentara Arakan atau Arakan Army menyatakan telah menangkap ratusan anggota junta Myanmar.

Baca Selengkapnya

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

2 hari lalu

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

Menteri Luar Negeri Turkiye sangat yakin pengakuan banyak negara terhadap Palestina sebagai sebuah negara akan menjadi pukulan telak bagi Israel

Baca Selengkapnya

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

3 hari lalu

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

Delegasi PBB mengevakuasi sejumlah pasien dan korban luka dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

3 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

3 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

3 hari lalu

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

Dubes Palestina untuk Austria menilai upaya membahas Gaza pada forum PBB tidak akan berdampak pada kebijakan AS dan Eropa yang mendanai genosida.

Baca Selengkapnya

PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

4 hari lalu

PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

Jika perang terus berlanjut selama sembilan bulan, kemajuan yang dicapai selama 44 tahun akan musnah. Kondisi itu akan membuat Gaza kembali ke 1980

Baca Selengkapnya