Mantan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao Dikecam Karena Temui Pendeta Pedofil
Reporter
Non Koresponden
Editor
Istman Musaharun Pramadiba
Kamis, 18 Februari 2021 18:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Timor Leste, Xanana Gusmao, menjadi sasaran kritik. Ia diduga berupaya memutihkan kejahatan pedofilia yang dilakukan pendeta Katolik asal Amerika, Richard Daschbach. Sebab, ia menemui pendeta cabul tersebut pada 26 Januari lalu, tepat ketika Daschbach merayakan ulang tahunnya yang ke-84.
Rencananya, jika tak ada halangan, Daschbach akan disidangkan atas kasus pedofilia pada Senin depan, 22 Februari 2021. Saat ini, ia adalah tahanan rumah di Dili usai ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus pelecehan seksual terhadap 14 anak-anak, kepemilikan materi pornografi anak-anak, dan kekerasan domestik.
Dugaan dukungan Gusmao diperkuat video yang beredar di Timor Leste. Gusmao tertangkap kamera memeluk dan menyuapkan kue kepada tersangka pelecahan seksual pertama di Timor Leste itu.
Perlu diketahui, Daschbach memang dikenal flamboyan dan dekat dengan berbagai figur politik. Ditugaskan ke Timor Leste pada tahun 1967, ia awalnya adalah anggota kelompok Katolik yang berbasis di Chicago, Divine Word. Divine Word sendiri diketahui memiliki 6000 misionari di 70 negara.
Tahun 1980an, Daschbach mendirikan panti asuhan dan tempat penampungan yang ia namai Topu Honis. Panti itu ia dirikan di Oecusse, kawasan terpencil di Timor Leste saat masih menjadi bagian dari Indonesia. Panti tersebut ia jalankan selama puluhan tahun di mana kemudian mengangkat namanya pada krisis kemerdekaan 1999 karena menampung ratusan anak.
Tahun 2018, citranya jatuh. Seorang perempuan yang pernah menempati pantinya mengirim email ke Vatikan, menyampaikan pengakuannya sebagai korban pelecehan seksual. Ketika Daschbach dimintai keterangan, ia mengaku sebagai pedofil dan telah melakukan pelecehan seksual terhadap banyak anak perempuan yang ia tampung. Oleh Paus Fransiskus, status pendetanya kemudian dicabut.
"Ia mengakuinya secara terang-terangan dan menganggap semua itu baik-baik saja karena sudah menjadi kebiasaannya," ujar Tony Hamilton, salah satu penyandang dana Topu Honis.
Menurut sejumlah pengamat, kedekatan Gusmao dan Daschbach bisa menjadi masalah. Sebab, hal itu akan memberi kesan, entah benar atau tidak, bahwa ia mendukung Daschbach. Secara tidak langsung, Gusmao juga bisa dikatakan mendukung pelecehan seksual terhadap anak-anak.
"Dan kemudian akan berujung pada anggapan bahwa baik-baik saja untuk melecehkan perempuan ataupun anak-anak," ujar peneliti dari lembaga think tank La'o Hamutuk, Berta Antonieta.
"Timor Leste telah menjadi korban pelecehan berkali-kali di masa lalu. Pemimpin manapun seharusnya sadar soal itu jika benar-benar mencintai negeri ini," ujar Antonieta.
Seorang psikiater di Dili, yang menangani korban-korban pelecehan seksual, juga mengecam aksi Gusmao. Walau ia enggan diungkapkan namanya, psikiater itu menganggap Gusmao telah mengirim pesan yang salah. Gawatnya, kata ia, Gusmao masih figur yang berpengaruh di Timor Leste.
Virgilio Guterres dari Dewan Pers Timor Leste ikut mengkritik para wartawan yang meliput kunjungan Gusmao ke tempat Daschbach. Menurutnya, seharus jurnalis bertindak kritis, bukan mentah mentah melaporkan pertemuan itu berdasarkan siaran pers yang disiapkan tim Xanana Gusmao.
"Pesan yang bisa ditangkap publik adalah Daschbach sudah berbuat banyak untuk Timor Leste sehingga ia pantas diampuni dibanding dihukum," ujar Guterres khawatir.
Baca juga: KUPI Minta Polisi Menyelidiki Jaringan Pedofilia di Balik Aisha Weddings
ISTMAN MP | AL JAZEERA