Pertama Kali dalam 500 Tahun, Tentara di Menara London Kena PHK
Reporter
Non Koresponden
Editor
Suci Sekarwati
Selasa, 21 Juli 2020 12:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya dalam 500 tahun, tentara penjaga Menara London atau Pasukan Yeoman Warders akan terkena PHK karena krisis keuangan. Pasukan Yeoman Warders atau yang dikenal dengan sebutan Beefeater, juga diketahui tinggal di Tower of London, selain bekerja di sana.
Pernyataan dari Historic Royal Palaces (HRP), yang mengelola Tower of London, beberapa Beefeater telah diputuskan PHK atau kehilangan pekerjaan mereka sebagai bagian dari upaya penghematan biaya setelah Menara London ditutup akibat pandemi virus corona.
John Barnes, CEO HRP, mengatakan pihaknya mengalami penurunan jumlah pengunjung, padahal selama ini sektor itu merupakan 80 persen sumber pendapatan mereka. Bukan hanya itu, kebijakan penanganan pandemik virus corona juga telah menjadi pukulan dahsyat terhadap keuangan HRP.
"Kami telah mengambil langkah yang mungkin dilakukan untuk mengamankan posisi keuangan kami. Kami perlu berbuat lebih banyak untuk bertahan dalam jangka panjang. Kami tidak punya pilihan selain mengurangi biaya gaji para penjaga kami," kata Barnes.
HRP pada Juni lalu sudah menerbitkan skema mengundurkan diri secara sukarela, di mana program ini berakhir pada pekan lalu. Namun tidak ada konfirmasi tentang berapa banyak penjaga yang telah mendaftar. HRP sangat yakin ini adalah pertama kalinya para penjaga mengalami pengurangan.
"Jelas ini adalah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, mereka adalah staf yang dihargai dan kami terpaksa melakukan hal ini karena keadaan tak memberikan pilihan," demikian pernyataan HRP.
Beefeaters tinggal di Menara London dan menyediakan tur berpemandu mengitari benteng berusia lebih dari 900 tahun. Situs Kerajaan Inggris menjelaskan The Yeoman Warders dibentuk setelah Pertempuran Bosworth pada 1485 atas perintah Raja Henry VII. The Yeoman Warders adalah korps militer tertua yang masih ada di Inggris, dan pasukan tertua untuk pengawal Kerajaan Inggris.
ADITYO NUGROHO | CNN