Pengadilan Menolak Keputusan Pembekuan Parlemen Inggris
Reporter
Non Koresponden
Editor
Suci Sekarwati
Kamis, 12 September 2019 17:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk membekukan sementara waktu parlemen Inggris adalah keputusan yang melanggar hukum. Pengadilan Skotlandia, Inggris, dalam keputusannya, Rabu, 11 September 2019, menyerukan agar seluruh anggota parlemen Inggris kembali bekerja karena pemerintah dan parlemen Inggris harus bertarung memperjuangkan masa depan Brexit.
Dikutip dari reuters.com, putusan pengadilan tinggi Scotlandia itu menentang keputusan Perdana Menteri Johnson yang akan membekukan sementara parlemen Inggris dari Senin, 9 September 2019 sampai 14 Oktober 2019. keputusan Johnson itu ditujukan sebagai upaya meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober 2019 dalam kondisi dengan atau tanpa kesepakatan.
"Kami menyerukan parlemen untuk segera dipanggil kembali. Anda (Johnson) tidak bisa melanggar hukum dengan impunitas," kata anggota parlemen Inggris, Joanna Cherry, dari Partai Nasional Skotlandia, yang memimpin upaya melawan keputusan PM Johnson.
Rencananya, pemerintah Inggris akan mengajukan banding atas putusan Mahkamah Agung Skotlandia itu. Sumber di pemerintah Inggris mengatakan Johnson sangat yakin parlemen Inggris harus tetap dibekukan hingga menunggu keputusan badan peradilan tertinggi Inggris. Pihak Kerajaan Inggris menolak berkomentar atas putusan pengadilan ini.
"Saya harus menghormati pendapat yang berseberangan dengan pemerintah. Apa yang kami sedang coba lakukan adalah menerapkan hasil referendum 2016," kata Johnson.
Pada 28 Agustus 2019, Perdana Menteri Johnson mengumumkan parlemen Inggris akan ditangguhkan agar pemerintah bisa meluncurkan agenda legislatif baru. Namun oposisi menyebut alasan sesungguhnya adalah untuk menutup pintu debat dan menggiring Brexit sesuai rencana Johnson.
Dalam politik Inggris, dalam tujuh pekan ke depan, pemerintah dan anggota parlemen harus menentukan bagaimana menyusun masa depan Brexit. Diantara kemungkinan yang muncul adalah meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan atau no-deal Brexit hingga proyeksi dilakukannya referendum untuk membatalkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.