Pakar Sebut Iran Jaga Selat Hormuz dengan 2.000 Kapal Cepat
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Senin, 22 Juli 2019 14:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Iran telah menjaga Selat Hormuz, selat penting untuk jalur pengiriman minyak global dan salah satu rute pelayaran tersibuk di dunia, dengan ribuan kapal patroli cepat.
Diperkirakan 100 lebih kapal tanker melewati selat sempit ini setiap harinya, dan mengirim sekitar 20 juta barel minyak per hari.
Ratusan kapal lainnya berlayar di rute yang sama, yang tidak jauh lebih luas dari Selat Inggris antara Dover dan Boulogne, sekitar 38 kilometer.
Angkatan Laut Kerajaan Inggris menyebutnya Chokepoint Charlie. Titik ini menghubungkan Teluk Persia ke Teluk Oman, tikungan tajam dengan Iran di utara dan tanjung Oman dan Uni Emirat Arab di selatan.
Kapal yang lebih besar wajib mentransmisikan posisi mereka, tetapi aturan itu tidak berlaku untuk banyak kapal yang lebih kecil.
Phil Diacon, direktur pelaksana pakar keamanan maritim Dryad Global, menghabiskan tahun-tahun formatif di RAF sebelum mendirikan dinas intelijen maritim.
"Saya belajar bahwa laut lepas bukan seperti langit, di mana semua pesawat harus mematuhi rencana penerbangan dan mematuhi kontrol lalu lintas udara," katanya.
Sebaliknya, kapal penangkap ikan dan kapal kecil tidak harus menunjukkan identitas atau rencana pelayaran mereka, yang membuat pekerjaan Angkatan Laut untuk melihat kapal-kapal patroli militer Iran sangat sulit.
Karenanya mustahil bagi satu kapal perang Inggris untuk memiliki gambaran lengkap dan terperinci tentang semua kegiatan di Selat Hormuz.
Iran telah membangun kekuatan militernya di selat selama beberapa puluh tahun, yang bertujuan untuk melawan angkatan laut Barat. Menurut Phil, krisis di Selat Hormuz sangat fluktuatif.
"Dan yang paling mengkhawatirkan, cabang angkatan laut Garda Revolusi Iran memiliki sekitar 2.000 kapal penyerang cepat (FAC) yang akan digunakan dalam formasi kawanan. Kapal cepat ini dapat muncul di mana saja di selat dalam beberapa menit. Berbekal senapan mesin berat dan peluncur roket, mereka dapat membawa rudal anti-kapal berpemandu radar yang mampu menenggelamkan target 1.500 ton," kata Phil, kepada Daily Mail, seperti dikutip pada 22 Juli 2019.
Meskipun kekuatan mereka tidak sebanding dengan angkatan laut Barat konvensional, mereka telah mengembangkan kekuatan mereka dalam teknik asimetrism ungkap Phil.
"Akan sulit bagi kapal perang apa pun, apalagi kapal tanker, untuk mempertahankan diri terhadap serangan oleh segerombolan FAC, terutama jika mereka dibantu oleh kapal selam mini dengan torpedo," tambahnya.
Pakar juga percaya bahwa Iran telah mengembangkan drone laut yang dikendalikan dari jarak jauh yang disebut Ya Mahdi. Drone laut ini dapat dimuat dengan bahan peledak dan diluncurkan pada serangan berkecepatan tinggi yang sulit dideteksi pada radar.
Ketika pasukan komando Iran menyerbu Stena Impero pada Jumat malam, tidak satu pun dari 23 awak kapal yang disandera adalah orang Inggris meski kapal itu berlayar di Selat Hormuz dengan bendera Inggris, karena faktanya kapal dimiliki Swedia dan perusahaan dari sejumlah negara memiliki klaim bagian dari muatannya.