Kaleidoskop 2017: Kejutan Politik di Timur Tengah dan Afrika
Reporter
Choirul Aminuddin
Editor
Maria Rita Hasugian
Jumat, 29 Desember 2017 14:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Timur Tengah dan Afrika membuat sejumlah kejutan politik sepanjang tahun ini yang direkam dalam kaleidoskop 2017. Dari pertarungan tokoh-tokoh berpengaruh di Arab Saudi, persekutuan Arab Saudi mengisolasi Qatar, pengangkatan putra mahkota dan reformasi besar-besaran di Kerajaan Arab Saudi sekembalinya Raja Salman dari kunjungan terlamanya ke Asia, hingga jatuhnya diktator Zimbabwe, Robert Mugabe tanpa pertumpahan darah atau perlawanan bersenjata.
Berikut rincian dari peristiwa politik di Timur Tengah dan Afrika yang mengejutkan masyarakat internasional.
1. Kejutan pertama datang dari Arab Saudi. Negeri superkaya di Timur Tengah ini tak hanya digdaya di bidang militer untuk mengimbangi kekuatan Iran, melainkan juga berani mengambil sikap yang tak diperhitungkan orang.
Di antara sikap itu, antara lain Arab Saudi melonggarkan aturan terhadap perempuan yakni diperbolehkan duduk di jabatan pemerintahan, memperkenankan mereka melakukan perjalanan tanpa kawalan muhrim, dan diizinkan mengemudi mobil.
Kejutan yang paling seru dilakukan oleh Negeri Kerajaan itu menjelang akhir 2017 adalah meringkus sekitar 40 pangeran, 200 pejabat militer dan sipil serta pengusaha karena didakwa melakukan korupsi.
Menurut Putra Mahkota Mohammed bin Salman yang ditunjuk oleh ayahnya Raja Salman bin Abdulazis mengepalai Komite Antikorupsi pada 4 November 2017 itu, Kerajaan Arab Saudi dirundung korupsi sejak 1980.
Mohammed bin Salman mengatakan kepada New York Times, 23 November 2017, dia sengaja melakukan perlawanan terhadap korupsi karena Arab Saudi menderita akibat korupsi yang sudah lama terjadi dan melibatkan keluarga Kerajaan.
"Negara kami banyak menderita lantaran maraknya korupsi yang dimulai terjadi sejak 1980 hingga sekarang," jelasnya.
Salah satu pelaku korupsi yang juga berasal keluarga Kerajaan adalah Pangeran Alwaleed bin Talal.
Pria flamboyan berusia 57 tahun yang sekarang mendekam dalam tahanan di Hotel Ritz-Carlton itu ditaksir memiliki kekayaan senilai US$ 18,7 miliar atau sekitar Rp 254 tiliun
Kekayaan Alwaleed tersebar dalam berbagai bentuk: properti, jet pribadi, kapal pesiar dan saham di sejumlah perusahaan rakasasa dunia.
Telegraph dalam laporannya menyebutkan bahwa Alwaleed adalah pemegang saham terbesar di Citibank, Disney, Twitter dan Hotel Savoy di London, Inggris.
2. Berita mengagetkan lain muncul dari negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Kelompok ini ini mengucilkan salah satu anggotanya, Qatar, karena dituduh menyokong terorisme di Timur Tengah dan terlalu dekat dengan Iran, seteru kuat Arab Saudi, meskipun tudingan tersebut dibantah Emir Qatar.
Pengucilan tersebut disusul dengan pemutusan hubungan diplomatik oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir.
3. Kejutan berikutnya datang dari jazirah Arab lainnya yakni Irak dan Suriah.
Kedua negeri berjiran itu menjelang akhir tahun 2017 meluapkan kegembiraannya setelah kelompok bersenjata Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) diusir dari wilayah masing-masing berkat sokongan militer Rusia dan sekutu pimpinan Amerika Serikat.
Menurut laporan sejumlah media, Irak berhasil mengusir militan ISIS dari seluruh wilayahnya, termasuk di Mosul. Kota ini menjadi benteng terakhir ISIS yang dirtebut kembali oleh pasukan Irak.
Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, dalam keterangannya kepada media mengatakan, pasukannya telah membersihkan seluruh wilayah Irak dari genggaman ISIS.
"Komandan tertinggi angkatan bersenjata Irak, Haider al-Abadi, tiba di Kota Mosul dan memberikan ucapan selamat kepada pasukannya yang bertempur heroik dan rakyat Irak telah meraih kemenangan besar," bunyi pernyatan dari kantor Perdana Menteri, Ahad, 9 Juli 2017.
Dari Suriah juga dilaporkan, sekutu rapat Rusia ini mengabarkan berhasil melumat posisi ISIS di manapun berada.
"Aleppo, kota terakhir yang menjadi benteng terakhir teroris ISIS telah kami bersihkan dari mereka," bunyi pernyataan kantor Kepresidenan Suriah.
Kota Aleppo digempur dengan kekuatan darat oleh pasukan Suriah, sedangkan Rusia membombardir posisi ISIS dari udara membuat kaum pemberontak itu meninggalkan wilayah tersebut.
Presiden Suriah Bashar al-Assad langsung memeluk Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengucapkan terima kasih ketika bertemu di resor Laut Hitam di Kota Sochi, Rusia, pada Senin 21 November 2017.
3. Berita menggemparkan dunia disulut oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Trump juga memutuskan akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Jejaki Trump disusul oleh dua negara Amerika Latin, Guatemala dan Honduras.
Keputusan Trump ini membuat dunia Arab dan Islam mendidih. Sejak Tremp mengumumkan keputusannya pada 6 Desember 2017, hampir seluruh negara di Timur Tengah dan Islam termasuk Indonesia melakukan aksi bakar dan lempar batu memprotes kebijakan Trump.
Bahkan PBB menggelar sidang darurat untuk mengambil suara soal Yerusalem. Hasilnya, 128 mendukung resolusi PBB, 9 menolak, dan 35 lainnya abstein. Meskipun keputusan ini tidak mengikat, namun setidaknya bisa menjadi dukungan Palestina.
4. Dari negeri Arab lain kejutan muncul di Mesir. Pada Jumat dua pekan lalu, sekitar 25-30 pria bersenjata menyerbu sebuah Masjid Rawda di Kota Bir al-Abed, Sinai Utara.
Akibat serbuan tersebut, sejumlah media melaporkan, setidaknya 309 jamaah masjid tewas, dan lebih dari 170 korban lainnya luka-luka, termasuk 27 anak. Hingga saat ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas insiden mematikan tersebut.
Menurut otoritas Mesir, aksi ini paling berdarah dalam sejarah modern Mesir.
5. Setelah Mesir, kabar mengejutkan dari negeri Afrika lainnya, Zimbabwe.
Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe, dikudeta oleh militer. Sebelumnya penguasa selama 37 tahun ini menjalani hukuman tahanan rumah oleh militer.
"Presiden dan keluarganya aman. Keselamatannya kami jamin," kata Mayor Jenderal Sibusiso Moyo, juru bicara militer Zimbabwe kepada wartawan, Selasa malam, 14 November 2017, waktu setempat, seperti dikutip Independent.
Kudeta militer ini dilatarbelakangi kekecewaan mereka atas kondisi sosial dan ekonomi Zimbabwe di bawah kepemimpinan pria berusia 93 tahun itu.
Posisi Mugabe selanjutnya digantikan oleh bekas Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa dari partai ZANU-PF. Mnangagwa yang sebelumnya dipecat oleh Mugabe mendapatkan sambutan sorak sorai pendukungnya ketika dilantik pada akhir November 2017.