TEMPO.CO, Sydney - Sebuah survei dari warga muslim yang tinggal di Sydney, kota yang terpadat di Australia, menemukan mayoritas penduduk muslim di sana mengalami perlakuan rasis. Studi itu digelar Universitas Western Sydney, Universitas Charles Sturt, dan Akademi Ilmu dan Penelitian Islam, yang melakukan survei terhadap 600 penduduk muslim Sydney. Hasilnya, 57 persen responden mengatakan pernah diperlakukan rasis.
Perubahan sikap terhadap penduduk muslim, kata peneliti, adalah konsekuensi dari meningkatnya ekstremisme di Timur Tengah. Fenomena ini menyebabkan beberapa muslim Australia bergabung dengan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Tahun lalu, sekitar 250 warga Australia ditemukan terhubung dengan ISIS.
"Karena hal-hal yang terjadi di seluruh dunia dan berbagai representasi dari umat Islam," kata penulis utama, Kevin Dunn, seperti yang dirilis oleh jaringan ABC Australia sebagaimana dikutip dari laman Washinton Post, Selasa, 1 Desember 2015. "Beberapa orang sayangnya menjadi lebih berani untuk mengatakan dan melakukan hal-hal yang merugikan dan menyakitkan umat muslim."
Dunn menekankan, meski diberlakukan seperti itu, masih banyak muslim yang tetap merasa memiliki dan menjadi bagian dari Australia di tengah tumbuhnya iklim islamophobia di sana. Selain itu, studi menemukan 97 persen dari muslim Australia percaya, hidup dalam sebuah masyarakat multikultural menjadikan mereka toleran terhadap tradisi-tradisi lain.
Menurut Guardian, sembilan dari 10 muslim yang mengambil bagian dalam studi ini mengatakan penting bagi anak-anak mereka untuk diterima sebagai warga Australia dan dua pertiga mengatakan mereka harus berbaur dengan nonmuslim.
Islamophobia telah marak tumbuh di Eropa dan Amerika Serikat. Kelompok-kelompok muslim di sana mengatakan mereka telah dijadikan kambing hitam berbagai kasus terorisme, terutama setelah serang teror Paris, 13 November lalu.
WASHINGTON POST | MECHOS DE LAROCHA