TEMPO.CO, Paris - Seorang pemuda warga negara Belgia keturunan Maroko, Abdelhamid Abaaoud, disebut oleh pihak berwenang Prancis sebagai tersangka utama sekaligus otak serangan yang menewaskan 132 orang di Paris pada Jumat malam, 13 November 2015.
Seperti yang dilansir Guardian pada 17 November 2015, Abaaoud dikatakan memiliki peranan penting dalam mengatur dan melaksanakan serangan dengan senjata api dan bom bunuh diri di pusat Kota Paris tersebut.
Abaaoud merupakan salah satu dari enam anak dari keluarga keturunan Maroko. Dia dibesarkan di Molenbeek, pinggiran Brussels, yang memiliki reputasi sebagai pusat perhubungan kegiatan Islam dan dikaitkan dengan empat plot teroris baru-baru ini.
Pada masa remajanya, Abaaoud digambarkan sebagai mahasiswa yang menyenangkan dan beruntung karena berkuliah di satu kampus bergengsi di Brussels, Saint-Pierre d'Uccle. Selain itu, dia diakui oleh teman-teman dan pengajarnya sebagai seorang anak yang cerdas dan sering memotivasi anak-anak lain di kelas.
Namun, semua itu berubah setelah dia dikabarkan bergabung dengan kelompok bersenjata ISIS. Hal tersebut juga membuat marah ayahnya, Omar, pemilik toko pakaian. Omar juga telah menolak mengakui Abaaoud sebagai anaknya karena malu dengan perbuatannya.
Pada 2011 Abaaoud pernah ditahan untuk kasus perampokan bersenjata di Belgia. Hal tersebut dilakukan bersama dengan tersangka lainnya, Salah Abdeslam.
Pria berusia 27 tahun tersebut pertama kali disebut oleh polisi sebagai ekstremis paling dicari setelah insiden baku tembak di bagian timur Belgia pada Januari lalu dalam serangan di sebuah tempat yang diyakini sebagai markas ISIS.
Abaaoud disebut-sebut juga terkait dengan serangan terhadap kereta api cepat Thalys yang digagalkan pada Agustus lalu. Serangan pada kereta yang datang dari Amsterdam ke Paris itu dilancarkan seorang teroris. Pelaku melepaskan tembakan sebelum ditaklukkan oleh penumpang.
Polisi Prancis juga mengaitkan Abaaoud dengan Sid Ahmed Ghlam, seorang mahasiswa Prancis yang didakwa dalam kasus pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan pelanggaran teror. Dalam dokumen yang ditemukan di rumah Ghlam, ditemukan catatan komunikasi antara pria itu dengan sejumlah warga Prancis di Suriah. Merekalah yang memerintahkan Ghlam menyerang kereta dan sebuah gereja.
Abaaoud dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh pengadilan Belgia awal tahun ini setelah diadili secara in absentia untuk perkara merekrut milisi ISIS di Suriah. Dia termasuk 32 terdakwa dari jaringan rekrutmen jihad terbesar Belgia, meskipun banyak dari terdakwa--termasuk Abaaoud--diadili in absentia dan masih buron.
Dia juga dituduh menculik setelah adiknya, Younes, 13, melakukan perjalanan ke Suriah pada Januari 2014 dan mendapatkan julukan media "jihadi termuda di dunia". Ayah mereka, Omar Abu Oud, mengadu ke polisi setelah mendengar ada kabar dari kedua putranya.
Setelah perjalanannya ke Suriah pada Januari 2014, dia diyakini telah melakukan perjalanan ke Yunani. "Sepanjang hidupku, aku telah melihat darah Muslim mengalir," kata Abaaoud dalam sebuah video yang diterbitkan pada 2014. "Saya berdoa agar Allah mematahkan punggung orang-orang yang menentang Dia, tentara dan pengagum-Nya, dan bahwa Dia akan memusnahkan mereka. "
USA TODAY|GUARDIAN|THE GLOBE AND MAIL|YON DEMA
Baca juga:
Prancis Vs ISIS: Inilah 5 Kejadian Baru yang Menegangkan!
Tekan ISIS, Presiden Prancis Kirim Kapal Induk