TEMPO.CO, Kairo - Perdana Menteri Mesir Sherif Ismail mengatakan hanya 15-16 persen pemilih memberikan suaranya pada hari pertama pemilu parlemen negara tersebut.
Sherif Ismail berharap jumlah itu meningkat setelah staf layanan publik diberi cuti setengah hari untuk memungkinkan mereka ikut memberikan suara.
Pemilih sepertinya memboikot pemilu karena tidak banyak yang memilih hingga tadi malam sampai sebuah koran lokal menggambarkannya sebagai "pemilu tanpa pemilih". Minimnya jumlah pemilih sekaligus menggambarkan rasa tidak puas rakyat Mesir sejak militer merebut kekuasaan pada 2013 dan berjanji memulihkan demokrasi.
Jumlah pemilih pada Senin begitu rendah, tidak seperti kondisi pemilu 2011-2012. Kaum muda yang mewakili mayoritas penduduk Mesir tampak menjauhi pemilu sehubungan dengan banyak yang menganggapnya sebagai penipuan oleh pemerintah dan tidak ada gunanya memilih.
"Aku tidak akan memberikan suara untuk seseorang yang tidak layak mendapatkannya," kata Michael Bassili, 19 tahun, dari Alexandria, seperti dilansir Reuters pada 20 Oktober 2015.
Jumlah pemilih yang rendah juga menggambarkan Jenderal Purnawirawan Abdel Fattah al-Sisi, yang sebelumnya disanjung, kini semakin hilang pengaruhnya.
Abdel Fattah al-Sisi menggulingkan Presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis, Muhammad Mursi, pada 2013 sebelum meluncurkan gerakan menangkap dan memenjarakan ribuan pendukung mantan presiden itu.
Pemilu parlemen Mesir diselenggarakan sebanyak dua putaran, pada 18 dan 19 Oktober, serta pada 22 dan 23 November 2015.
REUTERS | YON DEMA