TEMPO.CO, Jakarta - Edward Snowden, bekas kontraktor National Security Agency (NSA) Amerika Serikat yang membuat Gedung Putih murka karena membocorkan ihwal pengawasan Internet dan telepon kepada publik, akhirnya keluar dari persembunyian.
Pada Rabu, 30 September 2015, ia membuat akun Twitter dengan nama @Snowden dan sudah mendapat tanda verifikasi dari Twitter. Dalam waktu sembilan jam sejak dibuat, akunnya sudah diikuti 749 ribu pengguna lain. Namun Snowden baru mengikuti satu akun, yaitu tempat dia bekerja dulu, @NSAGov.
Dalam biografinya, Snowden menuliskan bahwa ia saat ini bekerja untuk publik. “I used to work for the government. Now I work for the public. Director at@FreedomofPress,” tulisnya.
Cuitan pertamanya di Twitter yang berbunyi “Can you hear me now?” langsung di-retweet 80 ribu kali dan dijadikan favorit oleh 71 ribu pengguna Twitter. Sampai saat ini Snowden baru mem-posting tujuh tweets, dan salah satunya berbunyi: “Meanwhile, a thousand people at Fort Meade just opened Twitter”, yang seolah menyindir NSA yang bermarkas di Fort Meade.
Nama Snowden sejak 2013 ramai diperbincangkan. Pasalnya, ia mengungkap informasi rahasia tentang pengawasan di Internet dan telepon oleh intelijen AS melalui surat kabar nasional di Inggris dan Amerika.
Akibat perbuatannya, pemerintah Amerika Serikat mendakwa Snowden dengan sejumlah pasal: pencurian properti pemerintah, komunikasi yang tidak sah atas informasi pertahanan nasional, dan komunikasi yang disengaja atas komunikasi intelijen yang dirahasiakan. Setiap dakwaan itu membawa hukuman penjara maksimal 10 tahun.
Kisah Snowden dan skandal spionase NSA sempat difilmkan oleh sutradara Laura Poitras dengan judul Citizenfour. Film ini pun mendapat penghargaan sebagai film dokumenter terbaik kategori feature pada ajang Academy Award 2015.
Bersama kekasihnya, saat ini Snowden diberitakan tinggal di Rusia, negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Amerika. Pemerintah AS mendesak Snowden agar kembali dan mempertanggungjawabkan perbuatannya serta bersedia untuk dinilai oleh juri di pengadilan.
AHMAD FAIZ IBNU SANI | IB TIMES