TEMPO.CO, New York - Lebih dari 13 juta anak tidak berkesempatan mengenyam pendidikan karena konflik di Timur Tengah.
Laporan tersebut disampaikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui data yang dihimpun dalam laporan bertajuk “Education Under Fire”. Dalam laporan ini juga diingatkan bahwa cita-cita generasi muda tersebut akan musnah jika mereka tidak dapat kembali ke sekolah.
Dalam laporan tentang dampak konflik terhadap sektor pendidikan di enam negara dan wilayah di kawasan Timur Tengah, Badan Kemanusiaan Anak-Anak PBB (UNICEF) menyatakan lebih dari 8.850 sekolah tidak lagi bisa digunakan akibat kegiatan terorisme tersebut.
Seperti dilansir Independent pada 3 September 2015, dalam laporan tersebut juga dijelaskan bahwa siswa dan guru terpaksa datang ke sekolah meskipun harus menghadapi serangan. Kelas digunakan sebagai tempat perlindungan sementara dari bom dan anak-anak harus menghadapi musuh sebelum mengikuti ujian.
"Ini bukan saja merusak kondisi fisik sekolah, tapi kekecewaan itu turut dirasakan anak-anak yang melihat impian dan masa depan mereka hancur," kata Peter Salama, Direktur Regional Unicef di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Salama menambahkan, imbas juga dirasakan para guru. Dalam laporan terlihat bahwa pembunuhan dan penculikan murid, guru, dan staf pendidik telah menjadi hal biasa di kawasan Timur Tengah.
Menurut Salama, Unicef memerlukan dana tambahan senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun pada tahun ini untuk memperbaiki akses pendidikan bagi anak-anak di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
INDEPENDENT | YON DEMA