TEMPO.CO, Nairobi - Sebuah desa di Kenya telah bertahan selama 25 tahun lamanya tanpa kehadiran seorang pria pun di sana. Ada alasan mengapa desa tersebut harus menjadi zona bebas pria.
Penduduk Desa Umoja di wilayah Samburu, Kenya utara, melakukan hal tersebut agar terhindar dari serangan mengerikan masyarakat patriarki. Termasuk perkosaan, pernikahan anak secara paksa, kekerasan dalam rumah tangga, dan mutilasi alat kelamin perempuan.
Sejak 1990, desa tersebut telah memberlakukan aturan zona bebas pria. Dengan 247 wanita dan anak-anak saat ini, mereka merasa mampu mengurus desa.
"Di luar, wanita sedang dijajah oleh pria, sehingga mereka tidak bisa mendapatkan perubahan," kata Seita Lengima, tokoh senior Desa Umoja pada perayaan 25 tahun komunitas tersebut.
Penduduk Umoja memiliki kebebasan yang memungkinkan mereka menjadi wanita mandiri. Penduduk desa ini mencari nafkah dengan menjual perhiasan dan menjalankan perkemahan wisata.
Baca Juga:
Seperti dilansir Metro.co.uk pada 17 Agustus 2015, Umoja tidak benar-benar antipria. Mereka masih bisa menerima pengunjung dari lawan jenis tapi tidak untuk tinggal terlalu lama.
Desa Umoja awalnya dihuni 15 wanita yang telah menjadi korban kekerasan pria. Kini Umoja dipimpin Rebecca Lolosoli, yang pernah menjadi korban pemerkosaan oleh tentara Inggris.
Meskipun menjadi sasaran ancaman dan serangan oleh orang-orang lokal yang tidak senang dengan komunitas ini, mereka tetap eksis.
Para penduduk desa tersebut menjalani hidup seminomaden. Mereka berkelompok, dan dalam satu kelompok itu ada sekitar sepuluh keluarga.
METRO.CO.UK | YON DEMA