TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengungsi (UNHCR) menyambut baik rencana Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) membentuk satuan tugas untuk merumuskan solusi pergerakan pengungsi dan imigran di wilayah Asia Tenggara. UNHCR juga menerima proposal ASEAN terkait dengan dana perwalian.
Rencana pembentukan satgas dan dana perwalian dirumuskan dalam ASEAN Ministerial Emergency Meeting on “Transnational Crime Concerning Irregular Movement of Persons in Southeast Asia” di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2 Juli 2015. Pertemuan para menteri ASEAN ini membahas penanganan polemik pengungsi Rohingya dan imigran legal asal Bangladesh yang telantar di lautan sejak Mei lalu.
Pertemuan di Kuala Lumpur merumuskan beberapa rekomendasi untuk menyelamatkan sebanyak 4.800 orang Rohingya dan Bangladesh yang menjadi korban penyelundupan manusia dan harus terlunta-lunta di lautan selama puluhan hari. Mereka kini terdampar di beberapa negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Ratusan di antaranya dilaporkan masih hilang.
Perwakilan UNHCR untuk Asia Tenggara, James Lynch, mendukung rekomendasi yang dirumuskan ASEAN di Kuala Lumpur. "Kami mendukung penuh tindakan penegakan hukum atas penyelundupan dan perdagangan manusia," kata Lynch, Senin, 6 Juli 2015.
Keamanan perbatasan, ucap Lynch, harus diperkuat sejalan dengan diperhatikannya perlindungan hak asasi manusia para pengungsi. "Korban harus menerima pendampingan dan perlindungan," ujar Lynch. "Alternatif hukuman bagi mereka yang mencari suaka, khususnya anak-anak, harus disepakati."
UNHCR juga menawarkan bantuan kepada ASEAN, terutama menyangkut keahlian teknis untuk menyaring dan mencari solusi bagi para pengungsi. Perserikatan Bangsa-Bangsa pun berjanji akan membantu memobilisasi dukungan bagi ASEAN yang telah mengambil langkah signifikan untuk mengatasi tantangan pengungsi di wilayah itu.
PBB mengingatkan bahwa ASEAN perlu membuat mekanisme berkelanjutan sebagai kunci dukungan internasional bagi negara-negara yang terkena dampak. "Satgas yang dibentuk harus menjamin terpenuhinya hak-hak para pengungsi dan imigran serta mencari tahu akar masalah yang membuat perpindahan paksa itu terjadi," demikian pernyataan resmi PBB.
UNHCR bersama dengan International Organization for Migration dan UN Office on Drugs and Crime juga menyoroti beberapa tanggung jawab yang harus diemban satgas, seperti memastikan akses bagi lembaga nasional dan internasional untuk membantu langsung para korban.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | BERNAMA