TEMPO.CO - Selama ratusan tahun, suku Tuareg hidup nomaden melintasi Gurun Sahara di Afrika. Terkadang, mereka dituntun pemimpin mereka yang buta, tapi memiliki indera penciuman dan rasa yang kuat untuk menunjukkan arah hidup mereka di gurun.
Laki-laki di suku Tuareg dikenal dengan sebutan 'orang biru dari Sahara' lantaran pewarna yang dibalurkan ke wajah mereka sehingga memunculkan aura misterius. Suku Tuareg membangkitkan kembali citra orang-orang terlupakan yang hidup seperti di masa romantisme.
Seperti dipaparkan oleh Daily Mail baru-baru ini, dalam kehidupan mereka yang masih mempertahankan tradisi kuno, suku Tuareg memiliki budaya yang progresif. Bahkan jika dibandingkan dengan standar budaya barat yang liberal.
Contohnya, wanita Tuareg diperbolehkan memiliki pasangan seks lebih dari satu di luar pernikahan alias selain suami. Perempuan Tuareg juga berhak atas seluruh harta mereka setelah cerai. Mereka pun dihormati oleh menantu laki-laki sehingga sang menantu tidak berani makan dalam satu ruangan.
Baca juga:
Duh, Agus Mengaku Diminta Margriet Gauli Mayat Angeline
Sebelum Dikubur, Margriet Ikut Betulkan Posisi Angeline
Baca Juga:
Yang lebih mengejutkan lagi, meski mayoritas anggota suku Tuareg memeluk Islam, mereka tetap melestarikan budaya mereka yang bertolak belakang dengan mayoritas dunia muslim. Misalnya, dalam budaya Tuareg, bukan kaum Hawa yang memakai cadar, tetapi kaum Adam.
Fotografer Henrietta Butler, yang takjub dengan suku Tuareg sejak mengikuti mereka pada 2001, pernah bertanya soal hal tersebut. Jawaban suku Tuareg sederhana. "Wanita adalah keindahan. Kami ingin melihat wajah mereka."
Selanjutnya: Bebas Memilih Pasangan