TEMPO.CO , Yangon:Sejumlah wartawan dilaporkan tengah bernegosiasi dengan pejabat Myanmar untuk dapat berada di ruang parlemen setelah sebelumnya dilarang masuk pada Kamis, 28 Mei 2015. Pasalnya, mereka menampilkan dan mempubilkasikan secara online gambar seorang anggota parlemen yang sedang tertidur.
Wartawan di Naypyitaw, ibu kota Myanmar, diberitahu mereka hanya boleh menonton proses persidangan dari TV yang berada di koridor. "Gambar-gambar dari anggota parlemen saat tertidur adalah alasan utama," kata Kyaw Soe, Direktur umum Parlemen Uni yang menangani tugas-tugas administratif.
Dilansir Washington Post, dikatakan selain gambar anggota parlemen tertidur, terdapat pula beberapa gambar lain. Di antaranya yang telah beredar menunjukkan anggota parlemen sedang sibuk dengan perangkat iPad saat rapat, juga gambar yang menunjukkan seorang perwakilan militer sedang menekan tombol suara saat pemilihan, mewakili seorang anggota parlemen yang tidak hadir.
Hal yang sama sering dilakukan dan pernah terjadi pada anggota parlemen (DPR)Indonesia.
"Pembatasan ini benar-benar tidak dapat diterima. Kebebasan pers tidak dijamin di dalam negeri tetapi hanya di tangan mereka yang berkuasa. Mereka dapat mencabut kebebasan pers setiap saat mereka suka," kata Zaw Thet Htway, mantan tahanan politik dan editor kepala jurnal mingguan Tomorrow.
Myanmar adalah negara yang mulai bergerak dari negara rezim militer selama setengah abad ke pemerintahan demokrasi pada 2011. Namun banyak dari reformasi politik, di antaranya kebebasan media, terhenti. Sekitar 10 wartawan dilaporkan telah dipenjara dan hampir selusin lainnya menghadapi ancaman.
Konstitusi Myanmar mengalokasikan seperempat kursi di parlemen untuk militer yang memberikan hak veto atas amandemen konstitusi.
WASHINGTON POST | MECHOS DA LAROCHA