TEMPO.CO, Buenos Aires – Paus Fransiskus I mengaku tak pernah lagi menonton televisi sejak 1990 setelah dirinya bersumpah kepada Bunda Maria.
Pemimpin Tertinggi Umat Katolik ini bahkan tak lagi menonton pertandingan sepakbola yang dimainkan tim kesayangannya, San Lorenzo De Almagro, di Argentina. Tapi, ia mengaku selalu mendapatkan berita terkini dari pengawalnya mengenai hasil pertandingan dan posisi di klasemen.
Dalam wawancara dengan sebuah koran Argentina, La Voz Del Pueblo, sang Paus mengatakan tak ada alasan tertentu yang membuatnya membuat sumpah tersebut. Ia hanya mengatakan: “Semua itu bukan untuk saya.”
“Saya tak lagi menonton televisi sejak 1990. Ini sebuah sumpah yang saya buat kepada Virgin of Carmen pada malam 15 Juli 1990. Saya berkata kepada diri sendiri: “Ini bukan untuk saya.”
Sang Paus asal Argentina ini bahkan tak menerapkan pengecualian dalam sumpahnya. Termasuk yang terkait dengan kegemarannya terhadap klub sepakbola, San Lorenzo. “Saya tak menonton apa-apa... Ada pengawal saya yang setiap pekan memberi tahu saya mengenai hasil pertandingan dan bagaimana posisi di klasemen.”
Sang Paus mengaku dirinya juga tak pernah berselancar di internet dan hanya membaca koran selama 10 menit setiap pagi.
Paus Fransiskus yang sangat sibuk dengan banyak tugas sejak terpilih dua tahun silam, juga pernah mengaku dirinya tak pernah berlibur sejak 1994.
Tapi, ia tak menampik bahwa beban kerja yang semakin berat mulai membuatnya kewalahan.
“Saya berada dalam tekanan. Semua yang bekerja di pemerintahan berada dalam tekanan. Saat ini saya merasakan beban kerja yang sangat berat. Saya punya banyak jadwal saat ini, ini ujung dari sindrom akhir tahun sekolah dengan fokus untuk menyelesaikan segalanya sebelum akhir Juni. Ada ribuan hal yang harus diselesaikan dan ada sejumlah masalah.”
Sang Paus mengaku tak pernah bermimpi menjadi seorang Paus atau pun menjadi seorang presiden atau jenderal tentara.
Satu hal yang tak bisa lagi dilakukannya dan paling dirindukannya sejak ia menjadi Paus adalah berjalan-jalan dan membeli pizza. “Take-away (dibawa pulang) tidak sama rasanya,” ujarnya. “Kita harus datang ke tokonya dan menikmatinya di sana.”
DAILYMAIL | A. RIJAL