TEMPO.CO, Nepal - Gempa berkekuatan 7,8 skala Richter yang mengguncang Nepal, Sabtu lalu waktu setempat, mengakibatkan lebih dari 1.800 jiwa meninggal dunia. Padahal sebagian besar ilmuwan dan ahli geologi sudah memprediksi terjadinya gempa ini.
Satu minggu lalu, sekitar 50 ahli geologi dan ahli gempa bumi dari berbagai belahan dunia bertemu di Kathmandu, Nepal. Mereka membicarakan soal Nepal yang kondisi geologisnya rentan terhadap gempa bumi besar. Mereka yakin gempa besar Nepal pada 1934 yang menewaskan lebih dari 20 ribu jiwa akan terulang kembali.
"Gempa ini seperti mimpi buruk yang tiba-tiba dapat datang kapan pun di Nepal," kata ahli seismologi sekaligus Kepala Departemen Ilmu Bumi di University of Cambridge, James Jackson, seperti dilansir The Guardian, Ahad, 26 April 2015.
Menurut dia, para ahli sudah tahu bahwa bencana ini akan kembali memporak-porandakan Nepal. Bahkan mereka sudah memperingatkan pemerintah soal gempa besar tiap 75 tahun yang mengancam Nepal. Tapi ahli geologi dari Nepal dan pemerintah tak mengindahkan peringatan tersebut. Akibatnya, ribuan orang terancam jiwanya karena gempa besar meruntuhkan semua bangunan yang memang tak dirancang tahan gempa.
Adapun gempa tiap 75 tahun ini muncul karena daratan India yang dulunya merupakan pulau sendiri bergerak dan menempel pada lempeng Asia sejak 25 juta tahun lalu. Pergesekan dua lempeng ini masih terjadi dengan kecepatan 1,5-2 inci per tahun. Gesekan inilah yang menyebabkan Himalaya menjadi pegunungan tertinggi di dunia. Dan gempa besar yang rutin terjadi pada periode tertentu juga menjadi risikonya.
Sayangnya, pemerintah Nepal tak memandang serius risiko ini. Akibatnya, jika ada gempa besar, banyak warga Nepal jadi korban. Misalnya, gempa berkekuatan 8,1 skala Richter pada 1934 yang menewaskan 20 ribu jiwa dan gempa berkekuatan 6,8 skala Richter tahun 1988 menewaskan lebih dari 1.000 jiwa. Gempa yang terbaru adalah pada Sabtu lalu yang menewaskan hampir 2.000 jiwa dan diprediksi masih akan terus bertambah.
YOLANDA RYAN ARMINDYA| THE GUARDIAN