TEMPO.CO , Jakarta:Sydney - Australia bersama Indonesia dan Malaysia akan mencoba metode pelacakan pesawat jenis baru. Metode ini diklaim bisa memudahkan tim pencari jika pesawat hilang, terutama di wilayah laut lepas yang sulit dijangkau. Hal ini diungkapkan Menteri Transportasi Australia Warren Truss satu pekan menjelang peringatan setahun hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370.
Seperti dikutip dari AP pada Minggu, 1 Maret 2015, Warren mengatakan badan pengatur penerbangan milik pemerintah Australia, Airservices Australia, akan memperkenalkan metode pelacakan pesawat yang memungkinkan lokasi pesawat diketahui setiap 15 menit sekali. Biasanya pelacakan posisi pesawat dilakukan dalam interval 30 - 40 menit sekali.
"Interval pelacakan posisi pesawat akan ditingkatkan menjadi per lima menit bahkan kurang, jika pesawat keluar dari jalur," ujarnya. "Untuk menerapkan metode baru ini, Airservices Australia akan bekerjasama dengan badan pengatur penerbangan di Indonesia dan Malaysia."
Direktur Airservices Australia Angus Houston yang menjadi kepala tim pencari MH370 dari Australia menjelaskan, uji coba metode ini akan dilakukan terhadap 90 persen pesawat rute jarak jauh.
"Alat pelacak pada pesawat terbang yang terhubung dengan satelit, nantinya akan menambah frekuensi laporan," kata Houston. Dengan begitu petugas pengatur lalu lintas akan mudah memantau pergerakan dan posisi pesawat. Metode ini, menurutnya, merupakan langkah penting untuk memperbaiki pengawasan penerbangan, "sembari kami mengembangkan solusi yang lebih komprehensif."
Sejauh ini, memang belum ada peraturan yang mengharuskan pengawasan posisi pesawat terbang komersial harus dilakukan secara real time atau terus menerus. Sejak kejadian hilangnya MH370, regulator keselamatan udara dan penerbangan tengah merumuskan metode pelacakan itu.
Namun berkaca dari kasus hilangnya MH370, Houston menyebutkan bahwa metode pelacakan baru yang akan diperkenalkan ini juga punya kelemahan. "Jika transponder (alat pelacak pada pesawat) dimatikan, maka petugas di darat tak akan bisa memantau lokasi pesawat." Inilah yang terjadi pada penerbangan MH370 yang hilang pada 8 Maret 2014 saat terbang dari Kuala Lumpur, Malaysia menuju Beijing, Cina.
AP | PRAGA UTAMA