TEMPO.CO, Jakarta - Ibu kota Mesir, Kairo, kembali bergolak. Sedikitnya 14 orang tewas dalam kerusuhan antara suporter klub sepak bola Zamalek dan polisi. Huru-hara dikabarkan terjadi setelah para suporter yang tidak memiliki tiket memaksa masuk ke stadion, Minggu malam, 8 Februari 2015.
Kerusuhan terjadi di luar stadion di Kairo yang menjadi tempat pertandingan antara klub Zamalek dan Enppi. Petugas keamanan saat itu menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Reuters yang menghimpun informasi dari para dokter menyebutkan ada 14 orang tewas dalam akibat kejadian itu. Sebagian korban tewas karena kesulitan napas. Seorang saksi mata menyebutkan sebagian suporter meninggal karena terinjak-injak ketika massa berhamburan menghindari tembakan gas air mata dari polisi.
Kementerian Kesehatan Mesir menyebutkan 20 orang terluka namun tidak mengkonfirmasi adanya korban tewas. "Sejumlah besar suporter Zamalek datang ke Air Defense Stadium untuk menonton pertandingan. Mereka memaksa masuk ke stadion yang akhirnya membuat polisi terpaksa bertindak untuk menghentikan mereka," demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri tanpa memberikan detil lebih lanjut.
Mesir memberlakukan pembatasan jumlah penonton pertandingan sepak bola di stadion sejak kerusuhan di Port Said, Februari 2012. Saat itu lebih dari 70 orang tewas. Sejak saat itu, banyak kelompok suporter yang berusaha memaksa masuk stadion sehingga akhirnya mereka dilarang datang.
Suporter sepak bola garis keras di Mesir kadang ikut terlibat dalam aktivitas politik. Mereka terlibat dalam penggulingan presiden Hosni Mubarak pada 2011. Hubungan antara polisi dan suporter garis keras seperti Ultras Ahlawy, pendukung klub Al-Ahly, serta White Knight, pendukung Zamalek, berada dalam tensi tinggi sejak revolusi 2011.
Banyak yang menuding kerusuhan di Port Said adalah pembalasan polisi karena suporter terlibat dalam demonstrasi anti-Mubarak. Kepolisian Mesir membantah tudingan tersebut.
REUTERS | BBC | GABRIEL WAHYU TITIYOGA