TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Ary Dwipaya, memiliki analisis politik perihal penyadapan oleh Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ani Yudhoyono. Menurut dia, Australia tak memiliki alasan yang kuat dalam menyadap SBY maupun Ani Yudhoyono, apalagi atas anggapan Ani SBY mempengaruhi keputusan SBY.
"Saya kira kalau kita melihat dari prospektif politik, (penyadapan) itu pasti terjadi. Keputusan Presiden itu pasti dipengaruhi beberapa pihak," katanya kepada Tempo, Ahad, 15 Desember 2013. “Termasuk oleh istrinya, Ani Yudhoyono.”
Ary mengatakan, isu SBY memutuskan sesuatu dipengaruhi beberapa pihak sudah lama ia dengar. Bahkan, kata dia, informasi itu sudah muncul sejak duet SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla, kata dia, banyak membimbing SBY dalam sejumlah keputusan penting. "Tapi, setelah JK tidak ada, banyak muncul indikasi, pengambil keputusan itu di Bu Ani, bahkan Bu Ageng," kata dia.
Lepas dari isu sadap, Ary berharap, SBY bisa melepaskan pengaruh lain dan menjadi the real president dalam setiap keputusannya. "Dia harus betul-betul mengambil keputusan sendiri. Soal siapa yang melobi itu kan bisa banyak. Tapi kan presiden harus mengambil keputusannya sendiri. Karena dia bukan boneka," kata dia. (Lihat: Cover Tempo: Spion Australia di Jakarta)
Surat kabar Australia mengungkapkan, alasan pemerintahan Tony Abbot menyadap Istana adalah keinginan mendalami peran Ani Yudhoyono dalam pemerintahan SBY. Australia beranggapan, Ibu Negara punya peran penting dalam setiap pengambilan keputusan SBY. (Baca: SBY Diminta Tolak Cegah Imigran ke Australia)
FEBRIANA FIRDAUS
Berita Terpopuler
Elektabilitas Merosot, Demokrat Salahkan Televisi
Ditangkap KPK, Kajari Praya Langsung Diberi Sanksi
Sogok Jaksa Praya, Perusahaan Eks Anggota MPR Terseret
Elektabilitas Jokowi Mencapai 44 Persen