TEMPO.CO, Kupang - Peraih Civil Justice Award 2013 dari Aliansi Pengacara Australia (ALA), Ferdi Tanoni, menyesalkan munculnya karikatur yang dibuat kartunis ternama Australia, Larry Pickering, dalam sebuah artikel berjudul Indonesia Digs Itself a Very Deep Hole. Secara umum, judul artikel itu bisa diterjemahkan: Indonesia Menggali Sendiri Lubang yang Sangat Dalam."
"Artikel itu telah meremehkan Indonesia," kata Ferdi kepada wartawan di Kupang, Kamis, 28 November 2013. Hubungan Indonesia dan Australia memburuk setelah penyadapan terhadap sejumlah pejabat Indonesia terkuak melalui dokumen Edward Snowden, bekas peneliti NSA yang dipublikasikan kelompok Fairfax Media. Dan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengirimkan surat untuk meminta penjelasan kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott (baca: SBY Berkukuh Minta Penjelasan Abbott).
Karikatur yang dibuat Larry memang berkaitan dengan tuntutan yang diajukan SBY itu. Tidak hanya itu, Larry juga mengungkit masalah-masalah bantuan Australia untuk korban bencana alam dan tsunami di Aceh, kasus Balibo Five, ketika lima orang wartawan Australia terbunuh di Balibo saat Timor Timur hendak berintegrasi dengan Indonesia pada 1975, serta bantuan Australia untuk pembangunan 500 sekolah di Indonesia.
Ferdi, yang menjabat sebagai Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, membalas kartunis Australia itu melalui akun Twiter-nya. Misalnya saja, dia menyebut kekejaman Australia terhadap warga Indonesia. Dia meminta tanggapan Larry Packering terkait tindakan kekejaman yang dilakukan Angkatan Laut (AL) Australia terhadap nelayan tradisional Indonesia yang mencari ikan di perairan sekitar Laut Timor yang menjadi ladang kehidupannya. "Kami memiliki bukti video dokumenter soal itu," tegasnya.
Selain itu, dia juga menyinggung aksi penipuan yang dilakukan Australia dengan menguasai hampir 85 persen Laut Timor yang kaya akan minyak dan gas serta hasil laut lainnya dengan membuat garis batas Laut Timor yang palsu. "Saya ingatkan Larry Pickering untuk tidak memulai sebuah tulisan dengan mengadu domba para politikus yang berujung pada tindakan peperangan," katanya.
Secara terpisah, anggota DPR RI Setya Novanto meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengevaluasi kinerja Badan Intelejen Negara (BIN) karena dinilai tidak mampu mendeteksi sejak dini penyadapan itu. "Presiden juga harus mengevaluasi kinerja BIN yang tidak mampu mendeteksi sejak dini penyadapan itu," kata Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto.
YOHANES SEO
Baca juga:
Korea Selatan dan Singapura Bantah Sadap Indonesia
Bomber Amerika 'Uji' Peringatan Cina
PBB Sahkan Resolusi Anti-Penyadapan
Kaus Kaki Ini Dijual Seharga Rp 13 Juta
Pacquiao Tak Punya Uang Bantu Korban Bencana