TEMPO.CO, Jakarta - Senin ini, 10 September 2012, adalah peringatan 64 tahun berdirinya Korea Utara. Sejak Perang Dunia II berakhir, Korea memang terbelah menjadi dua wilayah yang masing-masing dikuasai Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Kini, upaya untuk menyatukan kedua saudara yang terpisah ini terus terjadi.
Membelotnya ratusan, mungkin ribuan, orang Korea Utara ke Korea Selatan jadi salah satu pemicunya. Kisah Kim Hye-sook ini adalah salah satu contoh bagaimana penduduk di kedua Korea sebenarnya sudah lama ingin bersatu. Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan Kim ketika perempuan tangguh 49 tahun ini berkunjung ke Jakarta, Agustus lalu.
Apa harapan Anda untuk pemerintah Korea Utara?
Saya percaya, suatu saat, dua Korea akan bersatu. Saya yakin tata kehidupan di Korea Utara tidak bisa dilanjutkan. Ketika saya masih di Korea Utara, ada banyak propaganda soal Korea Selatan yang disebut-sebut sebagai negara kapitalis, tapi ketika saya sampai di sana, saya menemukan sebuah negeri yang sangat baik untuk hidup.
Apakah reunifikasi ini mungkin terjadi?
Saat ini, ada demam budaya Korea Selatan di Korea Utara. Banyak orang Korea Utara menonton film drama Korea Selatan, mendengar lagu-lagu pop Korea Selatan atau K-Pop. Jadi mereka sekarang tahu lagu-lagu Korea Selatan dan menontonnya. Dengan begitu, saya yakin, mereka sekarang penuh hasrat untuk lebih tahu lagi soal budaya Korea Selatan. Jadi saya pikir unifikasi pasti terjadi. Tapi kapan, saya tidak tahu.
Anda masih punya kerabat di Korea Utara?
Dua anak saya masih tinggal di sana. Juga tiga saudara saya. Dua saudara perempuan saya dan satu saudara laki-laki saya sama-sama ditahan di Kamp No. 18. Sudah lebih dari 40 tahun mereka ditahan di sana.
Bagaimana Anda berkomunikasi dengan keluarga di Korea Utara?
Di perbatasan Korea Utara, ada banyak makelar dari Cina. Caranya mudah: saya cukup membeli telepon seluler dan memberikannya kepada para makelar. Mereka akan membawa telepon seluler itu ke Korea Utara dan menyampaikannya pada keluarga saya di sana. Saya terakhir bicara dengan keluarga saya pada 2008. Sejak itu, saya tidak bisa lagi menghubungi mereka.
MARIA HASUGIAN