TEMPO.CO, Paris - Presiden Perancis Francois Hollande menyatakan penyerangan yang menewaskan sekitar 130 orang di Paris, Prancis, tadi malam melibatkan sejumlah aktivis Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS yang berada di Prancis. “Penyerangan ini dilakukan oleh pasukan jihad yang berada di luar negeri dengan melibatkan orang dalam yang berada di Perancis,” ujar Hollande pada Sabtu, 14 November 2015.
Menurut Hollande, serangan tersebut merupakan sebuah “act of war” atau aksi perang yang dilakukan oleh sejumlah “pasukan teroris”. “Penyerangan ini juga dilakukan dengan sangat terencana dan terstruktur,” kata Hollande dalam keterangan persnya di televisi Prancis tersebut.
Hollande pun menyatakan bahwa saat ini Perancis berada dalam status darurat dan memerintahkan untuk menutup semua tempat-tempat wisata usai insiden penyerangan tersebut.
Dalam berita yang dilansir oleh CNN, ISIS telah mengklaim bahwa mereka bertanggung jawab atas serangan di sejumlah tempat di Paris tadi malam. Melalui pernyataan tertulisnya, ISIS mengklaim telah mengirimkan kader militannya dengan rompi bom bunuh diri serta senapan mesin.
Serangan tersebut, seperti dikutip dalam Reuters, sengaja dilakukan untuk mengingatkan Perancis bahwa mereka akan menjadi target utama ISIS apabila tetap melanjutkan kebijakan politiknya seperti sekarang ini. Dalam video yang disebarkannya, ISIS juga mengancam tetap akan menyerang Perancis jika pemboman yang dilakukan pasukan Sekutu termasuk Prancis terhadap ISIS terus berlanjut.
Dalam video itu, para militan yang diduga merupakan warga negara Perancis terlihat duduk bersila dengan seragam kamuflase dan memegang senjata. Para militan ini juga tampak sedang membakar paspor mereka. Seorang militan yang diketahui bernama Abu Salman dari Perancis berkata, "Kami bisa saja menggunakan racun dan meracuni air dan makanan mereka yang memusuhi Allah." Abu Salman pun menambahkan, "Teror mereka dan jangan biarkan mereka tidur karena takut dan horor.”
ANGELINA ANJAR SAWITRI | BLOOMBERG | CNN | REUTERS