Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi di Brisbane Convention and Exhibition Center. 15 November 2014. TEMPO/Andi Widjajanto
TEMPO.CO, Roma - Perdana Menteri Italia Matteo Renzi akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya setelah hasil referendum tidak mendukung upaya dia membenahi birokrasi di parlemen.
Dalam konferensi pers, Senin, 5 Desember 2016, Renzi mengakui kekalahannya dalam referendum setelah penghitungan suara yang disiarkan media pemerintah RAI menyebutkan 41-46 persen mendukung reformasi konstitusi dan 54-58 persen menyatakan tidak setuju.
"Semoga berhasil untuk kita semua," kata Renzi kepada wartawan seperti dikutip dari BBC.
Renzi melanjutkan, ia akan meminta rapat kabinet pada sore ini untuk menjelaskan pengunduran dirinya dan meminta Presiden Italia Sergio Mattarella memilih penggantinya guna melanjutkan pemerintahan yang tersisa 2,5 tahun.
Sejak awal, Renzi menginginkan perampingan birokrasi, terutama di parlemen, agar negara dengan perekonomian terbesar ketiga di Eropa itu dapat lebih kompetitif.
Menurut Renzi, birokrasi di Senat terlalu berbelit-belit dan gemuk. Renzi mengaku ingin pengurangan Senat yang saat ini setara dengan Deputi di Chamber. Parlemen Italia menjalankan sistem dua kamar atau bikameral, yakni Chamber of Deputies dan Senat.
Ia juga bermaksud mengurangi jumlah anggota Senat dari 315 orang menjadi 100 orang, serta mengakhiri pemilihan Senat dan mengisinya dengan 21 wali kota regional, 74 kepala dewan regional, dan lima anggota lain yang dipilih presiden.
Renzi memperkirakan reformasi birokrasi di parlemen akan memangkas biaya politik sekitar US$ 530 juta atau sekitar Rp 7,1 triliun per tahun.
Namun hasil referendum ternyata memenangkan kelompok penolak ide Renzi yang dimotori mantan aktor komedian Beppe Grillo. Oposisi ini menamakan kelompoknya Five Star Movement dan kelompok Liga Utara anti-imigran.
Dengan begitu, kelompok Five Star Movement dan Liga Utara anti-imigran memenangkan referendum dan akan menggelar pemilihan umum pada 2018.
Kemenangan kelompok sayap kanan Italia ini mendapat ucapan selama dari pemimpin Front Nasional Prancis, Marine Le Pen. "Masyarakat Italia telah mengingkari Uni Eropa dan Renzi. Kita harus mendengarkan kepada yang haus akan kemerdekaan bangsa-bangsa," ujar Marine Le Pen melalui akun Twitternya.
Renzi senasib dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron yang menggelar referendum untuk memilih Inggris keluar atau bertahan dengan Uni Eropa. Cameron akhirnya mundur setelah gagal meraih suara dukungan agar Inggris tetap bergabung dengan Uni Eropa. BBC | MARIA RITA