Anggota tim Densus 88 melakukan penggerebekan dan penangkapan teroris di salah satu rumah kontrakan di Kampung Batu Rengat, Bandung, Rabu (8/5). Tim Densus 88 bersama tim gabungan lainnya menggerebek sebuah kontrakan yang di dalamnya terdapat empat teroris yang juga menyandera dua anak. ANTARA/Fahrul Jayadiputra
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Republik Indonesia di Malaysia, Herman Prayitno, mengatakan akan memberikan bantuan hukum kepada Hani Yahya Assagaf di persidangan perkara terorisme di Malaysia. "Kalau sudah siapkan pengacara," kata dia saat dihubungi, Jumat, 23 Oktober 2015.
Sampai saat ini, kata dia, pengadilan Malaysia belum menyidangkan pria berusia 39 tahun yang diduga terlibat jaringan teroris Al-Qaeda di Semenanjung Arab itu. Namun, seperti dilansir Channel News Asia, persidangan Hani Yahya sudah dimulai sejak Kamis kemarin.
Hani ditangkap di Malaysia pada 24 September 2015. Ia bersama tiga tersangka lainnya dituduh terlibat jaringan terorisme Al-Qaeda di Semenanjung Arab. "Kami sudah beri tahu keluarga Hani tentang itu," kata Duta Besar Herman Prayitno.
Pengamat terorisme dari Lembaga Ketahanan Nasional, Wawan Purwanto, mendukung upaya pemerintah memberikan bantuan hukum. Soalnya, hanya dengan cara itu pemerintah bisa membantu WNI yang tertangkap di negara lain. "Itu pun kalau yang bersangkutan mau," ucap dia.
Menurut dia, setelah Malaysia menghapus Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (Internal Security QAct), pengadilan teroris di Malaysia hampir mirip dengan di Indonesia. "Paling utama pembuktian tuduhan hakim," ucap Wawan.
Cara membuktikannya, Wawan melanjutkan, dengan menyajikan fakta-fakta keterlibatan orang yang diduga terlibat jaringan teroris. Selain itu, pernyataan saksi ahli juga menjadi pertimbangan hakim. Berbeda dengan ketika Malaysia masih menggunakan Undang-undang Keamanan Dalam Negeri. Di sana, ujar Wawan, orang yang terjerat langsung dipenjara tanpa diadili terlebih dahulu.