Seorang pria menyelimuti seorang anak bernama Saah Exco yang ditemukan sakit di sebuah gang di Monrovia, Liberia, 19 Agustus 2014. Saah yang berusia 10 tahun adalah salah satu pasien yang lari dari pusat perawatan suspek Ebola karena serangan massa Jumat malam lalu. John Moore/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Satu lagi korban meninggal yang disebabkan oleh serangan virus ebola. Pekerja medis PBB, 56 tahun, meninggal Selasa pagi tadi, dilansir dari BBC. Ia dirawat di rumah sakit St. Georg, Leipzig, Jerman, mulai Kamis pekan lalu setelah positif terjangkit ebola.
"Tim medis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menangani pasien tersebut, namun infeksinya sudah dalam taraf serius sehingga ia tak tertolong," jelas seorang petugas rumah sakit St. Georg.
Menurut media cetak Der Spiegel, pasien tersebut merupakan pasien ketiga yang dirawat di Jerman. Satu pasien sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit Frankfurt, dan yang lainnya baru saja keluar dari rumah sakit Hamburg setelah perawatan selama lima pekan.
Ketua Badan Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan mengatakan kasus ebola yang mengguncang Afrika Barat lebih dari sekedar krisis kesehatan publik. "Saya tidak pernah melihat masalah kesehatan hingga mengancam kelangsungan hidup masyarakat separah ini terjadi di pemerintahan yang sangat miskin." kata Margaret, Senin, 13 Oktober 2014. "Saya tidak pernah menemui kasus infeksi penyakit sekuat ini, hingga berpotensi menyebabkan jatuhnya sebuah negara," imbuhnya.
Ebola meningkat statusnya dari krisis kesehatan publik menuju krisis perdamaian dan keamanan internasional. Pasalnya, dampak yang muncul sangat masif dibandingkan dengan kasus flu burung tahun 2009 dan SARS di tahun 2002-3.
New York Times melansir pada 13 Oktober 2014 bahwa lebih dari 4.000 orang meninggal dunia di kawasan Afrika Barat dan jumlah ini terus meningkat. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya tentang kesehatan, namun merambah ke masalah sosial dan kestabilan ekonomi.
"Yang kaya mendapatkan pengobatan terbaik, yang miskin hanya dapat menunggu ajalnya," kata Margaret. "Rumor dan kepanikan menyebar lebih cepat dari virus itu sendiri, dan itu memakan banyak biaya".
Bank Dunia memperkirakan 90 persen dari biaya ekonomi dunia berasal dari usaha masyarakat yang irasional dan tidak teroganisasi untuk menghindari infeksi Ebola.